Wednesday, 24 July 2013

Permasalahan Pendidikan MIPA



Penguasaan Iptek merupakan kunci penting dalam abad 21 ini. Oleh karena itu, peserta didik perlu dipersiapkan untuk mengenal, memahami, dan menguasai Iptek dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Upaya untuk mempersiapkan hal itu memang sudah dilakukan melalui pendidikan formal, sesuai dengan Undang-undang No. 2 tahun 1989. Pengantar Sains dan Teknologi pun sudah diajarkan sejak pendidikan dasar.
Persiapan sedini mungkin sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan dimasa depan yang secara kualitatif cenderung meningkat. Berbagai tantangan muncul, antara lain menyangkut peningkatan kualitas hidup, pemerataan hasil pembangunan, partisipasi masyarakat, kemampuan untuk mengembangkan sumber daya manusia, dan lain-lain. Langsung ataupun tak langsung semua masalah tadi menyangkut sains dan teknologi. Para ilmuwan ikut menyumbangkan buah pikirannya, bagaimana sebaiknya mencari jalan untuk mengatasi kesukaran yang dihadapi. Namun, dalam usaha memecahkan masalah ini mereka sering mendapat kesukaran, misalnya timbulnya pertentangan pendapat dengan pihak-pihak yang tidak mengetahui sains. Banyak yang mengira bahwa masalah apapun dapat diselesaikan dengan uang. Misalnya, dari pembabatan hutan, pengambilan ikan, pengurasan rumput-rumput laut, perburuan binatang-binatang liar terus berlangsung, sementara itu ahli biologi/ekologi meratapi beberapa spesies tumbuhan dan hewan yang lenyap dari muka bumi untuk selamanya.
Ini adalah suatu ilustrasi yang digambarkan secara ekstrim, bagaimana kepentingan sosial ekonomi harus dimenangkan atas pengorbanan ekologi suatu daerah atau negara yang lambat laun akan berbalik memukul keadaan sosial ekonomi bangsa itu sendiri. Pertentangan demikian sebenarnya tidak perlu terjadi apabila setiap warga negara dibekali pengertian sains tentang alam sekitarnya. Sains untuk semua warga negara perlu diberikan, untuk memberikan pengetahuan sebagai bekal hidup agar tidak berbuat keliru terhadap alam sekitarnya, dalam usaha memecahkan masalah yang dihadapi.
 Pendidikan IPA sebagai bagian dari pendidikan umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berfikir kritis, kreatif, logis dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan IPA dan tekhnologi.
Dewasa ini, pembelajaran IPA masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah dan kegiatannya lebih berpusat pada guru. Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Guru menjelaskan IPA hanya sebatas produk dan sedikit proses. Salah satu penyebabnya adalah padatnya materi yang harus dibahas dan diselesaikan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Padahal, dalam membahas IPA tidak cukup hanya menekankan pada produk, tetapi yang lebih penting adalah proses untuk membuktikan atau mendapatkan suatu teori atau hukum. Oleh karena itu, alat peraga/praktikum sebagai alat media pendidikan untuk menjelaskan. IPA sangat diperlukan. Pembelajaran IPA dengan menggunakan alat peraga sangat efektif untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai limiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan YME. Tujuan IPA secara umum adalah agar siswa memahami konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, memiliki keterampilan tentang alam sekitar untuk mengembangkan pengetahuan tentang proses alam sekitar, mampu menerapkan berbagai konsep IPA untuk menjelaskan gejala alam dan mampu menggunakan teknologi sederhana untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu cara untuk dapat menciptakan sumber daya manusia berkualitas, guru dalam mengajar dapat menggunakan beberapa metode dan pendekatan. Dalam hal ini, pendekatan yang paling sesuai dengan perkembangan Iptek adalah pendekatan Sains Teknologi Masyarakat ( STM ), karena pendekatan ini memungkinkan siswa berperan aktif dalam pembelajaran dan dapat menampilkan peranan Sains dan Teknologi didalam kehidupan masyarakat. Dengan menggunakan pendekatan STM dalam pembelajaran IPA, guru dapat memulai dengan isu yang dikemukakan oleh siswa yang ada di masyarakat.
Dengan menggunakan pendekatan STM dalam pembelajaran IPA siswa tidak hanya sekedar menerima informasi dari guru saja, karena dalam hal ini guru sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar dapat memberikan saran-saran berdasarkan hasil pengamatannya di masyarakat.
Penguasaan konsep merupakan penguasaan terhadap abstraksi yang memiliki satu kelas atau objek-objek kejadian atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Menurut Piaget pertumbuhan intelektual manusia terjadi karena adanya proses kontinyu yang menunjukkan equilibrium-disequilibrium, sehingga akan tercapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Belajar akan menjadi efektif apabila kegiatan belajar sesuai dengan perkembangan intelektual anak. Selain itu, guru di dalam kelas perlu mengenal anak didik dan bakat khusus yang mereka milki agar dapat memberikan pengalaman pendidikan yang dibutuhkan oleh masing-masing siswa untuk dapat mengembangkan bakat mereka secara optimal sesuai dengan tujuan pendidikan.
Sikap yang terbentuk pada diri siswa terhadap mata pelajaran tentunya tergantung pada sikap gurunya terhadap mata pelajaran itu, dan bagaimana cara guru menyampaikan mata pelajaran itu. Apabila setiap mengajar guru bersikap positif dan baik, maka lambat laun siswa berada dalam kondisi belajar yang berkesan baik dan mendalam, sehingga terbentuk sikap positif terhadap mata pelajaran itu. Jika mata pelajaran tersebut adalah IPA maka akan terbentuklah sikap yang positif terhadap IPA.
Karena belajar bukan sekedar untuk memahami tentang sesuatu fakta tertentu melainkan bagaimana menginteprestasikan fakta-fakta tersebut kedalam konteks kehidupan pribadi. Seperti yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :
a.         Suharsimi Arikunto, bahwa sebenarnya sikap merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar keluar.
b.         Menurut Wynne Harlen dalam Hendro Darmodjo dan Yenny Kaligis, ada 9 aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia SD yaitu
1.      sikap ingin tahu (curiousity);
2.      sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)
3.      sikap kerja sama (cooperation),
4.      sikap tidak putus asa (perseverense),
5.      sikap tidak berprasangka (open mendidness),
6.      sikap mawas diri (self criticism),
7.      sikap bertanggung jawab (responsibility),
8.      sikap berpikir bebas (independence in thinking), dan
9.      sikap kedisiplinan diri (self discipline).
Pendidikan sains dengan menggunakan pendekatan STM adalah suatu bentuk pengajaran yang tidak hanya menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains saja tetapi juga menekankan pada peran sains dan teknologi di dalam berbagai kehidupan masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap dampak sains dan teknologi yang terjadi di masyarakat. Dalam hal ini, Hidayat dan Poedjiadi berpendapat sama bahwa belajar IPA melalui isu-isu sosial di masyarakat yang ada kaitannya dengan IPA dan Teknologi dirasakan lebih dekat, dan belajar IPA melalui isu-isu sosial di masyarkat yang ada kaitannya dengan IPA dan teknologi dirasakan lebih punya arti bila dibandingkan dengan konsep-konsep dan teori IPA itu sendiri.
Pembelajaran dengan menggunakan pedekatan STM memiliki ciri yang paling utama, yang dilakukan dengan memunculkan isu sosial di awal pembelajaran dan guru sebelumnya sudah memiliki isu yang sesuai dengan konsep yang akan diajarkan. Adalah suatu kekeliruan apabila seorang guru mengajarkan IPA dengan cara mentransfer saja apa–apa yang disebut di dalam buku teks kepada anak-anak didiknya. Hal ini disebabkan apa yang tersurat di dalam buku teks itu baru merupakan satu sisi atau satu dimensi saja dari IPA yaitu dimensi produk.
Dengan mengikuti kegiatan ilmiah yang dilakukan dalam pembelajaran dengan pendekatan STM, siswa menyadari adanya suatu masalah dan mempunyai keinginan untuk memecahkan masalah, serta kemudian menyimpulkan fakta-fakta yang ada hubungannya dengan masalah yang terjadi melalui pengamatan. Untuk melatih siswa agar memiliki kreativitas yang tinggi dalam pendekatan STM di dalam semua kegiatan perlu dilakukan aktivitas yang optimal dari semua siswa.
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM dapat meningkatkan sikap siswa yang semula kurang baik menjadi lebih baik dan dapat meningkatkan kepedulian siswa terhadap kegiatan masyarakat sehari-hari seperti:
(a) tukang minuman yang sedang membuka tutup botol,
(b) ayah yang sedang mencabut paku di dinding,
(c) tukang minyak tanah yang sedang memindahkan drum besar dari bawah ka atas     truk, dan
(d) paman yang sedang memindahkan lemari yang besar dari ruang tamu ke dalam kamar.
            Untuk itu generasi muda perlu dididik agar menjadi peserta yang konsisten dan konsekuen dalam usaha membina kebudayaan yang kita cita-citakan itu, disamping guru mengembangkan kecerdasan, kecakapan dan keterampilan dalam bidang sains dan teknologi, konsisten, dalam arti satu dalam kata dan laku, dan konsekuen, dalam arti keikhlasan dan kesungguhan dalam menerima , menanggung, dan menanggapi segala konsekuensi dari kekonsistenan itu.
            Namun untuk mendidik generasi muda sifat konsisten dan konsekuen itu, maka pendidik harus berusaha sungguh-sungguh untuk memiliki sendiri sifat konsisten dan konsekuen itu. Dengan demikian, maka masalah pendidikan MIPA pada hakikatnya adalah masalah kesediaan dan kemampuan pendidik untuk menjadi teladan yang baik secara jujur dalam kehidupan sehari-hari.

Referensi
Reksohadiprodjo, Ki Mohamad Said. 1989. Masalah Pendidikan Nasional: Beberapa Sumbangan Pikiran.CV HAJI MASAGUNG: Jakarta

Sukarno, N. KArtiasa, Hadiat, Padmawinata. 1981. Dasar-dasar Pendidikan Sains. Bhratara Karya Aksara; Jakarta



No comments:

Post a Comment