Penguasaan Iptek merupakan
kunci penting dalam abad 21 ini. Oleh karena itu, peserta didik perlu
dipersiapkan untuk mengenal, memahami, dan menguasai Iptek dalam rangka
meningkatkan kualitas hidupnya. Upaya untuk mempersiapkan hal itu memang sudah
dilakukan melalui pendidikan formal, sesuai dengan Undang-undang No. 2 tahun
1989. Pengantar Sains dan Teknologi pun sudah diajarkan sejak pendidikan dasar.
Persiapan sedini mungkin sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan dimasa depan yang secara kualitatif cenderung meningkat. Berbagai tantangan muncul, antara lain menyangkut peningkatan kualitas hidup, pemerataan hasil pembangunan, partisipasi masyarakat, kemampuan untuk mengembangkan sumber daya manusia, dan lain-lain. Langsung ataupun tak langsung semua masalah tadi menyangkut sains dan teknologi. Para ilmuwan ikut menyumbangkan buah pikirannya, bagaimana sebaiknya mencari jalan untuk mengatasi kesukaran yang dihadapi. Namun, dalam usaha memecahkan masalah ini mereka sering mendapat kesukaran, misalnya timbulnya pertentangan pendapat dengan pihak-pihak yang tidak mengetahui sains. Banyak yang mengira bahwa masalah apapun dapat diselesaikan dengan uang. Misalnya, dari pembabatan hutan, pengambilan ikan, pengurasan rumput-rumput laut, perburuan binatang-binatang liar terus berlangsung, sementara itu ahli biologi/ekologi meratapi beberapa spesies tumbuhan dan hewan yang lenyap dari muka bumi untuk selamanya.
Persiapan sedini mungkin sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan dimasa depan yang secara kualitatif cenderung meningkat. Berbagai tantangan muncul, antara lain menyangkut peningkatan kualitas hidup, pemerataan hasil pembangunan, partisipasi masyarakat, kemampuan untuk mengembangkan sumber daya manusia, dan lain-lain. Langsung ataupun tak langsung semua masalah tadi menyangkut sains dan teknologi. Para ilmuwan ikut menyumbangkan buah pikirannya, bagaimana sebaiknya mencari jalan untuk mengatasi kesukaran yang dihadapi. Namun, dalam usaha memecahkan masalah ini mereka sering mendapat kesukaran, misalnya timbulnya pertentangan pendapat dengan pihak-pihak yang tidak mengetahui sains. Banyak yang mengira bahwa masalah apapun dapat diselesaikan dengan uang. Misalnya, dari pembabatan hutan, pengambilan ikan, pengurasan rumput-rumput laut, perburuan binatang-binatang liar terus berlangsung, sementara itu ahli biologi/ekologi meratapi beberapa spesies tumbuhan dan hewan yang lenyap dari muka bumi untuk selamanya.
Ini adalah suatu ilustrasi
yang digambarkan secara ekstrim, bagaimana kepentingan sosial ekonomi harus
dimenangkan atas pengorbanan ekologi suatu daerah atau negara yang lambat laun
akan berbalik memukul keadaan sosial ekonomi bangsa itu sendiri. Pertentangan
demikian sebenarnya tidak perlu terjadi apabila setiap warga negara dibekali
pengertian sains tentang alam sekitarnya. Sains untuk semua warga negara perlu
diberikan, untuk memberikan pengetahuan sebagai bekal hidup agar tidak berbuat
keliru terhadap alam sekitarnya, dalam usaha memecahkan masalah yang dihadapi.
Pendidikan IPA sebagai bagian dari pendidikan
umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di
dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu
berfikir kritis, kreatif, logis dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat
yang diakibatkan oleh dampak perkembangan IPA dan tekhnologi.
Dewasa ini, pembelajaran IPA
masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah dan kegiatannya lebih berpusat
pada guru. Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru
dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Guru menjelaskan IPA hanya sebatas
produk dan sedikit proses. Salah satu penyebabnya adalah padatnya materi yang
harus dibahas dan diselesaikan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Padahal,
dalam membahas IPA tidak cukup hanya menekankan pada produk, tetapi yang lebih
penting adalah proses untuk membuktikan atau mendapatkan suatu teori atau
hukum. Oleh karena itu, alat peraga/praktikum sebagai alat media pendidikan
untuk menjelaskan. IPA sangat diperlukan. Pembelajaran IPA dengan menggunakan
alat peraga sangat efektif untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai limiah pada siswa serta rasa mencintai dan
menghargai kebesaran Tuhan YME. Tujuan IPA secara umum adalah agar siswa
memahami konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, memiliki
keterampilan tentang alam sekitar untuk mengembangkan pengetahuan tentang
proses alam sekitar, mampu menerapkan berbagai konsep IPA untuk menjelaskan
gejala alam dan mampu menggunakan teknologi sederhana untuk memecahkan masalah
yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu cara untuk dapat
menciptakan sumber daya manusia berkualitas, guru dalam mengajar dapat
menggunakan beberapa metode dan pendekatan. Dalam hal ini, pendekatan yang
paling sesuai dengan perkembangan Iptek adalah pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat ( STM ), karena pendekatan ini memungkinkan siswa berperan aktif
dalam pembelajaran dan dapat menampilkan peranan Sains dan Teknologi didalam
kehidupan masyarakat. Dengan menggunakan pendekatan STM dalam pembelajaran IPA,
guru dapat memulai dengan isu yang dikemukakan oleh siswa yang ada di masyarakat.
Dengan menggunakan pendekatan STM dalam pembelajaran IPA siswa tidak hanya sekedar menerima informasi dari guru saja, karena dalam hal ini guru sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar dapat memberikan saran-saran berdasarkan hasil pengamatannya di masyarakat.
Dengan menggunakan pendekatan STM dalam pembelajaran IPA siswa tidak hanya sekedar menerima informasi dari guru saja, karena dalam hal ini guru sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar dapat memberikan saran-saran berdasarkan hasil pengamatannya di masyarakat.
Penguasaan konsep merupakan
penguasaan terhadap abstraksi yang memiliki satu kelas atau objek-objek
kejadian atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Menurut Piaget
pertumbuhan intelektual manusia terjadi karena adanya proses kontinyu yang
menunjukkan equilibrium-disequilibrium, sehingga akan tercapai tingkat
perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Belajar akan menjadi efektif
apabila kegiatan belajar sesuai dengan perkembangan intelektual anak. Selain
itu, guru di dalam kelas perlu mengenal anak didik dan bakat khusus yang mereka
milki agar dapat memberikan pengalaman pendidikan yang dibutuhkan oleh
masing-masing siswa untuk dapat mengembangkan bakat mereka secara optimal
sesuai dengan tujuan pendidikan.
Sikap yang terbentuk pada diri
siswa terhadap mata pelajaran tentunya tergantung pada sikap gurunya terhadap
mata pelajaran itu, dan bagaimana cara guru menyampaikan mata pelajaran itu.
Apabila setiap mengajar guru bersikap positif dan baik, maka lambat laun siswa
berada dalam kondisi belajar yang berkesan baik dan mendalam, sehingga
terbentuk sikap positif terhadap mata pelajaran itu. Jika mata pelajaran
tersebut adalah IPA maka akan terbentuklah sikap yang positif terhadap IPA.
Karena belajar bukan sekedar
untuk memahami tentang sesuatu fakta tertentu melainkan bagaimana
menginteprestasikan fakta-fakta tersebut kedalam konteks kehidupan pribadi.
Seperti yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :
a.
Suharsimi Arikunto, bahwa
sebenarnya sikap merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau
gambaran kepribadian yang memancar keluar.
b.
Menurut Wynne Harlen dalam
Hendro Darmodjo dan Yenny Kaligis, ada 9 aspek sikap ilmiah yang dapat
dikembangkan pada anak usia SD yaitu
1. sikap ingin tahu (curiousity);
2. sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)
3. sikap kerja sama (cooperation),
4. sikap tidak putus asa (perseverense),
5. sikap tidak berprasangka (open mendidness),
6. sikap mawas diri (self criticism),
7. sikap bertanggung jawab (responsibility),
8. sikap berpikir bebas (independence in thinking), dan
9. sikap kedisiplinan diri (self discipline).
Pendidikan sains dengan
menggunakan pendekatan STM adalah suatu bentuk pengajaran yang tidak hanya
menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains saja tetapi juga menekankan pada
peran sains dan teknologi di dalam berbagai kehidupan masyarakat dan menumbuhkan
rasa tanggung jawab sosial terhadap dampak sains dan teknologi yang terjadi di
masyarakat. Dalam hal ini, Hidayat dan Poedjiadi berpendapat sama bahwa belajar
IPA melalui isu-isu sosial di masyarakat yang ada kaitannya dengan IPA dan
Teknologi dirasakan lebih dekat, dan belajar IPA melalui isu-isu sosial di
masyarkat yang ada kaitannya dengan IPA dan teknologi dirasakan lebih punya
arti bila dibandingkan dengan konsep-konsep dan teori IPA itu sendiri.
Pembelajaran dengan
menggunakan pedekatan STM memiliki ciri yang paling utama, yang dilakukan
dengan memunculkan isu sosial di awal pembelajaran dan guru sebelumnya sudah
memiliki isu yang sesuai dengan konsep yang akan diajarkan. Adalah suatu
kekeliruan apabila seorang guru mengajarkan IPA dengan cara mentransfer saja
apa–apa yang disebut di dalam buku teks kepada anak-anak didiknya. Hal ini
disebabkan apa yang tersurat di dalam buku teks itu baru merupakan satu sisi
atau satu dimensi saja dari IPA yaitu dimensi produk.
Dengan mengikuti kegiatan
ilmiah yang dilakukan dalam pembelajaran dengan pendekatan STM, siswa menyadari
adanya suatu masalah dan mempunyai keinginan untuk memecahkan masalah, serta
kemudian menyimpulkan fakta-fakta yang ada hubungannya dengan masalah yang
terjadi melalui pengamatan. Untuk melatih siswa agar memiliki kreativitas yang
tinggi dalam pendekatan STM di dalam semua kegiatan perlu dilakukan aktivitas
yang optimal dari semua siswa.
Pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan STM dapat meningkatkan sikap siswa yang semula kurang
baik menjadi lebih baik dan dapat meningkatkan kepedulian siswa terhadap
kegiatan masyarakat sehari-hari seperti:
(a) tukang minuman yang sedang
membuka tutup botol,
(b) ayah yang sedang mencabut
paku di dinding,
(c) tukang minyak tanah yang
sedang memindahkan drum besar dari bawah ka atas truk, dan
(d) paman yang sedang
memindahkan lemari yang besar dari ruang tamu ke dalam kamar.
Untuk itu generasi muda perlu
dididik agar menjadi peserta yang konsisten dan konsekuen dalam usaha membina
kebudayaan yang kita cita-citakan itu, disamping guru mengembangkan kecerdasan,
kecakapan dan keterampilan dalam bidang sains dan teknologi, konsisten, dalam
arti satu dalam kata dan laku, dan konsekuen, dalam arti keikhlasan dan
kesungguhan dalam menerima , menanggung, dan menanggapi segala konsekuensi dari
kekonsistenan itu.
Namun untuk mendidik generasi muda
sifat konsisten dan konsekuen itu, maka pendidik harus berusaha sungguh-sungguh
untuk memiliki sendiri sifat konsisten dan konsekuen itu. Dengan demikian, maka
masalah pendidikan MIPA pada hakikatnya adalah masalah kesediaan dan kemampuan
pendidik untuk menjadi teladan yang baik secara jujur dalam kehidupan
sehari-hari.
Referensi
Reksohadiprodjo, Ki Mohamad Said.
1989. Masalah Pendidikan Nasional:
Beberapa Sumbangan Pikiran.CV HAJI MASAGUNG: Jakarta
Sukarno, N. KArtiasa, Hadiat, Padmawinata.
1981. Dasar-dasar Pendidikan Sains.
Bhratara Karya Aksara; Jakarta
No comments:
Post a Comment