Monday 22 July 2013

Pengembangan Pola Pikir (Kognitif)

A. Pengertian Perkembangan
Istilah perkembangan  berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Seperti yang dikatakan oleh Van Den Daele “perkembangan berarti perubahan secara kualitatif”.  Ini berarti bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) “perkembangan” adalah perihal berkembang. Selanjutnya, kata “berkembang” Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ini berarti mekar terbuka atau membentang; menjadi besar, luas, dan banyak, serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya.
Perkembangan ialah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniahnya itu sendiri. Dengan kata lain, penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik. Perkembangan akan berlanjut terus hingga manusia mengakhiri hayatnya.

B. Pengertian Guru Profesional
Guru sekolah dan madrasah harus berkualifikasi akademik dan memiliki kompetensi sebagai agen belajar (learning agent), sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sebagai learning agent, seorang guru harus memiliki kompetensi memicu kegiatan belajar siswa.
Secara sederhana kom­petensi guru (teacher competency) dapat didefinisikan sebagai kemampuan seorang guru dalam melaksanakan ke­wajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Selanjutnya, kom­petensi profesionalisme guru dapat dimaknai sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Alhasil, guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya (terutama dalam merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar siswa) dapat disebut sebagai guru yang kompeten dan profesional.
Lebih lanjut, secara umum kata “profesionalisme” (professionalism) yang sering mengiringi kata kompetensi itu dapat dipahami sebagai kualitas dan tindak-tanduk khusus yang merupakan ciri orang professional. Ada­pun kata “profesionalitas” yang terkadang diucapkan dan ditulis sebagian orang itu se­sungguhnya tidak ada, karena kata professionality yang dianggap sebagai bentuk asli dari profesiona­litas itu tidak dikenal kecuali mungkin dalam perkiraan sebagian orang itu saja. Oleh karenanya, marilah kita tinggalkan istilah profesionalitas dan kita gunakan istilah profesionalisme saja! Istilah “profesional”(professional) aslinya merupakan kata sifat dari kata profession (pekerjaan) yang berarti sangat mampu melakukan pekerjaan. Selain sebagai kata sifat, professional juga merupakan kata benda yang  lebih kurang berarti orang yang melak­sanakan sebuah profesi dengan menggunakan profisiensi (kemampuan tinggi di bidang tertentu) sebagai mata pencaharian yang relatif menetap.
Berdasarkan pertimbangan arti-arti di atas, maka pengertian guru pro­fesional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan dengan kemam­puan tinggi (proficiency) sebagai pengabdian sekaligus sumber kehidupannya.  Kebalikannya, guru amatir, yang di Barat disebut sub-professional seperti teacher-aide (asis­ten guru atau guru bantu). Di Australia, asisten guru ini dikaryakan untuk membantu guru profesional dalam mengelola kelas, tetapi tidak mengajar. Kadang-kadang, guru amatir itu ditugasi mena­ngani keperluan belajar kelompok siswa tertentu, misalnya kelompok siswa imigran.
Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk :
1) Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
2) Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
3) Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
4) Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5) Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
C. Ragam Kompetensi Psikologis Guru Profesional
Selanjutnya, dalam menjalankan kewenangan profesionalnya guru ditun­tut memiliki aneka ragam kecakapan psikologis (psychological competencies) yang meliputi:
1. Kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta), yakni: memiliki pelbagai pengetahuan kependidikan/ keguruan dan pengetahuan mengenai materi bidang studi/mata pelajaran pegangan/vaknya;
2. Kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa), yakni memiliki: konsep diri dan harga diri, keyakinan akan kemampuan dirinya dalam mengatasi keterbatasan ruang dan  waktu pembelajaran, dan sikap penerimaan yang positif terhadap diri sendiri dan siswa;
3. Kompetensi psikomotor (kecakapan ranah karsa), yakni memiliki: kecakapan fisik berupa kecakapan verbal dan nonverbal baik yang bersifat umum maupun khusus seperti: kefasihan dalam menguraikan materi, kepiawaian dalam menulis, menggambar, dan memeragakan keterampilan membuat/melakukan sesuatu yang  berkaitan dengan materi pelajaran.
Di sini  pembahasan terbatas pada ranah kognitif saja.
D. Teori Perkembangan Kognitif
            Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1.       Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
2.       Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
3.       Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4.       Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
E. Pendidikan dan Pengembangan Pola Pikir

Aspek Dasar Pendidikan
Dari manusia dilahirkan hingga nafas terakhirnya diudara kehidupan, ada satu aktifitas yang tidak pernah berhenti dilakukannya, yakni pembelajaran. Pembelajaran dalam kaitannya dengan bahasan ini adalah sebuah aspek dasar dari sistem pendidikan yang sampai saat ini terus berkembang.
Pembelajaran adalah sebuah proses dimana manusia melihat sekitarnya, melihat kedalam dirinya, medapatkan pemahaman atasnya dan menjadi dasar setiap aktifitas yang berikut akan dikerjakannya.
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang berkelanjutan, pembelajaran yang selalu bersiklus, yakni pembelajaran yang selalu dimulai dari setiap akhir pemahaman yang diperolehnya. Sehingga pemahaman yang didapatkan oleh setiap individu akan berbeda satu sama lainnya. Dan hal ini adalah wajar karena ilmu (yang sedikit Allah berikan kepada masing-masing kita) sungguh melimpah.

Jalan Pintas Pembelajaran
Membaca pemahaman seseorang berikut konklusi dan analisisnya adalah salah satu cara mendapatkan pemahaman melalui jalan pintas. Proses yang pemilahan terhadap suatu fenomena akan menjadi lebih mudah dengan melihat bagaimana seseorang menyelesaikan masalah, bagaimana seseorang memiliki sebuah kerangka pemecahan masalah yang dinamis, bagaimana seseorang memandang sebuah permasalahan dan menyimpulkan faedah yang didapatkannya.
Membaca pemahaman seseorang dapat dilakukan dengan berbagai cara, dimulai dari melihat tindakan, membaca biografi, membaca buku, hingga pada tahapan interaksi frontal dengan individu tertentu.
Semakin banyak sang individu melakukan jalan pintas dalam Pembelajaran semakin banyak pula pola pikir yang menumpuk dalam pikirannya, sehingga terkadang bila ia tidak berusaha mensinergikan dengan pola pikirnya sendiri, membuatnya lebih beralur, menjadi pemahaman yang berkelanjutan atau hanya memahami tanpa berusaha menyesuaikan dengan kondisi realita yang sedang dihadapinya. Hal ini yang menyebabkan “linglung”, proses yang sama dialami oleh Freud (Bapak Psikologi) ketika mencoba menganalisis dirinya dengan berbagai kepribadian.

Pembelajaran dan Pendidikan
Pendidikan adalah suatu upaya sistematis dalam mendistribusikan ilmu pengetahuan. Bila pembelajaran adalah suatu upaya untuk memperoleh ilmu pengetahuan, maka pendidikan adalah suatu alur untuk menciptakan pembelajaran.
Sehingga pendidikan selalu mempunyai tujuan dan arahan. Sering kali kita melihat bahawa arahan pendidikan sering kali mengenai sesuatu yang abstrak seperti kualitas, kompeten, dan lain sebagainya. Dalam realita patut kita mensederhanakan konsep teoritis tersebut atau memberi penjelasan lanjutan seperti, berkualitas dalam kelimuan tertentu, berkualitas dalam aspek tertentu, sehingga hal tersebut bisa lebih mudah diaplikasikan untuk menopang pembangunan masyarakat, yang agraris, yang hi-tec, atau yang lain sebagainya.

Pengembangan Pola Pikir
Pada dasarnya pengembangan pola pikir adalah hasil reaktif dari adanya pembelajaran yang berkelanjutan, sistem pendidikan yang terarah dan pemahaman sang individu yang mendalam akan nilai-nilai yang essensial dalam kehidupan, yang menyangkut nilai-nilai humanity yang universal.
Pengembangan pola pikir adalah suatu hal yang mahal yang dapat disuguhkan oleh pembelajaran berkelanjutan dan pendidikan yang terarah. Pengembangan pola pikir bukanlah suatu hal yang bisa dituntut dari seorang individu, karena hal tersebut berasal dari hasil reaktif terhadap kegiatan pembelajaran berkelanjutan dan pendidikan yang terarah. Yang berarti bagaimana pembelajaran berkelanjutan dan pendidikan yang terarah dapat disinkronkan dalam aspek-aspek tertentu, sehingga tidak keseluruhan sistem pendidikan dimonopoli untuk kebutuhan sang pendididik, atau negara yang mensistematisasi pendidikan, ambillah sebagian kecil dari pendidikan untuk kepentingan masyarakat, negara dan bangsa dan berikan sebagian besarnya untuk menopang pembelajaran berkelanjutan sang individu.
F. Pengembangan Pola Pikir (Kognitif)
Istilah kognitif berasal dari kata cognition yang padanannya Knowing,  berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, Cognition (kognisi) ialah perolehan,  penataan dan penggunaan pengetahuan  (Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif  menjadi popular sebagai suatu domain atau wilayah ranah psikologis manusia  yang meliputi wilayah psikologis manusia yang meliputi setiap prilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berhubungan dengan otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian degan ranah rasa (Chaplin, 1972).
Sebagian besar psikolog terutama kognitivis (ahli psikolog kognitif) berkeyakinan bahwa  proses perkembangan manusia dimulai sejak ia baru lahir. Bekal dan modal dasar perkembangan manusia, yakni kapasitas motor dan kapasitas sensori, ternyata pada batas tertentu, juga  dipengaruhi oleh ranah kognitif, campur tangan sel-sel otak terhadap perkembangan bayi baru dimulai sejak ia berusia 5 bulan saat kemampuan sensorinya (seperti melihat dan mendengar) benar-benar mulai tampak.
Keberhasilan Pengembangan ranah kognitif tidak hanya mengembangkan kecakapan  kognitif, tetapi juga menggembangkan ranah afektif, sebagai contoh, seorang guru agama yang piawai mengembangkan kecakapan kognitif, akan berdampak positif terhadap ranah afektif para siswa. Dalam hal ini pemahaman yang mendalam terhadap arati penting materi pelajaran agama yang disajikan guru serta preferensi kognitif yang mementingkan aplikasi prinsip-prinsip akan meningkatkan kecakapan afektif para siswa. Peningkatan kecakapan afektif ini antara lain, berupa kesadaran beragama yang mantap.
Dampak positif lainnya  ialah dimilikinya sikap mental keagamaan yang lebih tegas dan lugas sesuai dengan tuntunan ajaran agama yang telah ia fahami dan yakini secara mendalam. Sebagai contoh, apabila seorang siswa di ajak kawannya untuk tidak senonoh seperti melakukan seks bebas, meminum-minuman keras dan “pil setan”, ia akan serta merta  menolak bahkan berusaha mencegah perbuatan asusila itu dengan segenap daya dan upayanya.
Pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap perkembangan ranah psikomotor. Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang kongkret dan  mudah diamati baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka. Namun,  disamping kecakapan psikomotorik itu tidak terlepas  dari kecakapan kognitif ia juga banyak terikat oleh kecakapan afektif. Jadi, kecakapan psikomotor siswa merupakan manifestasi wawasan pengetahuan dan kesadaran serta sikap mentalnya.
Banyak contoh yang membuktikan bahwa kecakapan  kognitif itu berpengaruh besar terhadap berkembangnya kecakapan psikomotor. Para siswa yang berprestasi  baik (dalam arti yang luas dan ideal) dalam bidang pelajaran agama misalnya sudah tentu akan lebih rajin beribadah shalat, puasa dan mengaji. Dia juga akan tidak segan-segan memberi pertolongan atau bantuan kepada orang yang memerlukan. Sebab, ia merasa memberi  bantuan  itu adalah kebajikan (afektif), sedangkan perasaan yang ber kaitan  dengan kebajikan tersebut berasal dari pemahaman   yang mendalam  terhadap materi pelajaran agama yang ia terima dari gurunya (kognitif).
Sebagai guru harus ahli di berbagai hal. Guru itu mempunyai banyak keahlian dari mulai menjadi fasilitator, mediator, orang tua, pemimpin dan lain-lainnya. Tujuan utama seorang guru mengharuskan dapat mentransfer ilmu yang dimilikinya kepada siswa. Guru harus tahu apa yang harus diajarkan kepada siswa sesuai dengan perkembangan psikologis anak (siswa). Tak ketinggalan pula guru harus dapat memahami kondisi siswa saat ia akan mentransferkan ilmunya atau pelajaran. Disinilah terlihat peran guru yang sesungguhnya, guru sebagai “pelayan” siswa dalam mendapatkan kenikmatan belajar akan dapat teralisasi dan tentunya akan merealisasikan tujuan yang ingin dicapai.
Selain itu guru harus mengetahui proses perkembangan anak dengan mempelajari psikologi anak. Dengan mengetahui proses perkembangan peserta didik guru dapat mentransfer ilmunya dengan mengetahui perkembangan yang sedang dialami anak (peserta didik). Kedua hal tersebut saling keterkaitan yang sangat memiliki peran penting dalam proses belajar anak.
Maka guru wajib memiliki kompetensi dalam mengetahui perkembangan pola pikir anak. Perkembangan pola pikir sering pula disebut perekembangan kognitif anak. Berdasarkan para ahli perkembangan kognitif anak dapat dibagi menjadi empat tahapan.
1. Sensory motor. Tahapan ini terjadi pada anak yang baru lahir hingga usia dua tahun. Daya pikirnya cenderung berkutat pada belajar bagaimana menghasilkan apa yang dia mau dan belajar menimbulkan efek tanpa memahami apa yang diperbuatnya. Makanya, pada anak usia seperti ini menangis menjadi cara belajar andalannya. Ia menangis ketika pipis. Menangis ketika lapar. Menangis juga ketika ngantuk atau kepanasan. Ia hanya cenderung berpikir dengan rasa.
2. Properasional. Tahapan ini terjadi pada anak usia 2-7 tahun. Gaya berpikirnya sudah mulai berkembang. Ia sudah bisa meminta dan mengingat apa yang dimilikinya. Ia telah dapat belajar merasa mempunyai. Hal ini tampak ketika dia memiliki mainan sudah hafal nama, warna, dan bentuknya.
3. Konkret-operasional. Tahapan ini terjadi pada anak usia 7 sampai 11 tahun. Gaya berpikirnya makin berkembang dan mulai kreatif. Ia sudah mengenal dan mengetahui bahwa benda padat tidak dapat berubah jenis. Misalnya kelereng yang dimilikinya sudah diyakini bentuknya bulat dan tak akan pernah berubah lagi. Bukti pada tahapan ini mulai kreatif. Misal, anak sudah dapat menggambar yang ada di depannya atau situasi yang pernah dialaminya.
4. Formal-operasional. Tahapan ini terjadi pada anak usia 11 hingga 15 tahun. Pola pikir anak pada usia ini, anak telah dapat berpikir analisis. Ia sudah mengenal malu, sudah ada rasa tertarik pada lawan jenis. Bahkan adapula yang sudah berpikir kritis. Dan inilah yang menyebabkan mereka sudah disebut awal memasuki masa remaja.
Dengan mengetahui perkembangan kognitif anak. Guru akan lebih mendapat kemudahan dalam pola belajar yang akan dikembangkan di kelas nantinya. Pola belajar tersebut dapat berupa teori-teori belajar seperti teori belajar behavioralisme, teori belajar kognitivisme, teori belajar humanistik, teori belajar kontruktivisme, dan teori belajar kontruktivisme sosial.
Antara perkembangan kognitif anak saling keterkaitan dalam teori belajar yang akan dikembangkan oleh guru. Maka guru wajib memiliki kedua kompetensi tersebut.
Pembinaan pola pikir, yakni pembinaan kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam sebagai penjabaran dari pada sifat Fathonah Rasulullah. Seseorang yang memiliki sifat fathonah tidak saja disebut cerdas tapi memiliki kebijaksanaan dalam berfikir dan bertindak. Mereka mampu belajar dan menangkap peristiwa yang terjadi disekitarnya, kemudian menjadikannya sebagai pengalaman dan pelajaran yang berharga serta memperkaya khazanah pengetahuan.
Berkenaan dengan pengembangan pola pikir, Kenneth dalam Rosyada, (2004:140) mengurut indikator-indikator kecakapan pada aspek kognitif dengan level kecakapan:
1) mengetahui dan mengingat;
2) pemahaman;
3) penerapan;
4) kemampuan menguraikan;
5) unifikasi;
6) menilai.
Pengaturan kegiatan kognitif merupakan suatu kemahiran tersendiri; orang yang mempunyai kemahiran ini, mampu mengontrol dan menyalurkan aktivitas kognitif yang berlangsung dalam dirinya sendiri. Sasaran dari belajar pengaturan kegiatan kognitif adalah sistematisasi arus pikiran sendiri dan sistematisasi proses belajar dalam diri sendiri. Dalam psikologi modern sistematisasi dan pengaturan kegiatan mental yang kognitif ini dipandang sebagai suatu proses kontrol.
Tujuan-tujuan pembelajaran kerap mengandung sasaran supaya siswa belajar berpikir. Sasaran ini secara teoritis dibenarkan, tapi persoalannya bagaimana cara mengelola pengajaran kearah itu?. Berikut beberapa pemasukan bagi guru dalam mengembangkan kecakapan belajar berdasarkan fase belajar yang telah dikemukakan oleh Gagne (1988).
1. Guru membuat perhatian siswa terpusat pada tugas belajar yang dihadapi. Hal-hal tersebut dapat diusahakan melalui penjelasan kegunaan materi bahasan, dengan memberikan contoh tentang tujuan yang akan dicapai sehingga siswa mau belajar dan berminat.
2. Guru mengarahkan perhatian siswa kepada unsur-unsur pokok dalam materi pelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan menunjukkan kejadian tertentu dalam suatu demonstrasi, dengan menunjukkan bagian dari buku pelajaran misalnya, menguraikan pendahuluan dan sebagainya.
3. Peran guru dalam hal ini adalah membantu siswa untuk mencerna materi pelajaran dan menuangkannya ke dalam bentuk suatu rumusan verbal, skema atau bagan, dan guru memberikan petunjuk bagaimana mengambil inti atau membuat skema atau merumuskan konsep dan kaidah. Bila perlu guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang terarah guna membantu siswa menggali informasi yang telah tersimpan dalam memori.
4. Guru harus dengan segera memberikan umpan balik terhadap prestasi yang ditunjukkan siswa.
Seorang yang memiliki kemampuan kognitif yang baik, tidak hanya menguasai bidangnya, tetapi memiliki dimensi ruhani yang kuat. Keputusan-keputusannya menunjukkan warna kemahiran seorang profesional yang didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur.
2. Perkembangan Keberagamaan Manusia
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan lemah baik secara pisik maupun psikis,  namun memiliki potensi-potensi yang sebagian bersifat terbuka  dan mudah diamati dan sebagian lainnya bersifat latent (tersembunyi). Potensi yang bersikap terbuka misalnya indera pendengaran dan penglihatan, sedangkan yang bersifat tersembunyi misalnya akal dan perasaan.
          Banyak ahli yang percaya bahwa potensi tersembunyi manusia itu terdapat  kecendrungan untuk  meyakini sesuatu yang serba unggul diluar diri dan lingkungannya. Kecendrungan ini dalam agama Islam disebut fitrah yaitu kecendrungan  menjadi muslim yang mengakui ketuhanan Allah. Namun apabila  orang tua dan lingkungannya tidak mendidik anak (baik langsung maupun tidak) untuk menjadi seorang muslim, maka boleh jadi anak tersebut menjadi pemeluk agama lain atau mempertuhankan benda-benda tertentu.
            Secara teoritis-psikologis, sebagian ahli percaya bahwa setiap anak yang dilahirkan  kedunia ini memiliki kebutuhan-kebutuhan  yang mencakup: 1) kebutuhan perlindungan/keamanan (security); 2) kebutuhan memperoleh pengalaman baru (new  experience); 3) kebutuhan memperoleh tanggapan (respon); dan  4) kebutuhan pengakuan (recognition). Aneka ragam kebutuhan ini mencerminkan kebergantungan, yang pada gilirannya, melalui interaksi dengan lingkungan keluarga dengan masyarakat, menimbulkan perasaan keberagamaan.
3. Perkembangan Moral Dan Sosial Manusia
perkembangan sosial dan moral manusia  juga selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekwensinya, kualitas hasil  perkembangan sosial sangat bergantung kepada kualitas proses belajar (khususnya belajar social) baik dilingkungan  sekolah dan keluarga maupun dilingkungan yang lebih luas. Ini   bermakna bahwa proses belajar siswa dalam bersikap dan berprilaku social yang selaras dengan norma moral agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral lainnya yang berlaku dalam masyarakat siswa yang bersangkutan. Dalam dunia psikologi belajar, terdapat aneka ragam mazhab (aliran pemikiran) yang berhubungan dengan perkembangan  sosial. Diantara ragam mazhab, perkembangan social ini yang paling menonjol dan dapat dijadikan rujukan ialah, 10 aliran teori cognitive psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg; 20 aliran teori sosial Learning dengan tokoh utama Albert Bandura dan R.H.Walters. tokoh-tokoh psikologi tersebut  telah banyak melakukan penelitian dan pengkajian perkembangan social anak-anak usia sekolah dasar dan menengah  dengan penekanan khusus pada perkembangan moralitas mereka. Maksudnya,  setiap tahapan perkembangan sosial anak selalu  dihubungkan dengan perkembangan prilaku moral, yakni perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Perkembangan Sosial dan Moral Versi  Piaget dan Kohlberg
Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan  sama dengan perkembangan moral, sebab prilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial.  Seorang siswa hanya akan  hanya akan mampu berprilaku sosial dalam situasi sosial  tertentu  secara memadai apabila menguasai pemikiran  norma prilaku moral yang diperlukan dalam situasi sosial tersebut
 Piaget dan Kohlberg menekankan bahwa pemikiran moral seorang anak, terutama ditentukan oleh kematangan kapasitas kognitifnya. Sementara itu,lingkungan sosial merupakan pemasok materi mentah yang akan di diolah oleh ranah kognitif anak tersebut secara aktif. Dalam interaksi sosial dengan teman-teman sepermainan sebagai contoh, terdapat dorongan sosial  menantang anak tersebut untuk mengubah orientasi moralnya.
            Pada tahap  perkembangan kognitif yang memungkinkan sikap   sikap dan egosentrisme  seorang anak berkurang, lazimnya perkembangan moral (moral reasoning) anak tersebut menjadi lebih matang. Sebaliknya, anak-anak  yang masih diliputi  sikap mementingkan diri sendiri hanya akan mampu memahami kaidah social yang hanya akan menguntungkan diri sendiri. Oleh karenanya, agar anak-anak yang egois menyadari kesalahan sosialnya dan sekaligus berprilaku moral secara memadai, pengenalan mereka terhadap wewenang orang dewasa dan penerimaan mereka terhadap aturannya perlu ditanamkan.           
Ada dua macam metode yang diaplikasikan piaget  untuk melakukan studi mengenai perkembangan moral anak dan remaja, yaitu:
1. Melakukan observasi terhadap sejumlah anak yang bermain kelereng dan menanyai mereka tentang aturan yang mereka ikuti.
2. Melakukan tes dengan menggunakan beberapa kisahyang menceritakan perbuatan salah dan benar yang dilakukan anak-anak, lalu meminta responden (yang terdiri dari anak dan remaja) untuk menilai kisah-kisah tersebut berdasarkan pertimbangan mereka sendiri.
Berdasarkan data studinya diatas, Piaget menggunakan dua tahap perkembangan moral anak. dan remaja diantara tahap pertama dan kedua diselingi dengan masa transisi, yakni pada usia 7-10 tahun.

KESIMPULAN

A.    Perkembangan
Perkembangan  adalah proses suatu tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991),”Perkembangan” adalah perihal berkembang. Berkembang berarti mekar terbuka atau mebentang; menjadi besar, lua, banyak serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya.
Dalam Kamus Psikologi antara lain the Penguin Dictionary Of Psikology (1998), Perkembangan  pada prinsipnya adalah tahapan-tahapan yang progesif yang terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainya, tanpa membedakan aspek-aspek yang terdapat dalam organisme-organisme tersebut.
Selanjutnya, secara lebih luas pengertian perkembangan manusia itu antara lain:
1.
      The Progresive and Continuous Change In The Organism From Birth To Death, Perkembangan itu merupakan perubahan yang perogresif dan terus menerus dalam diri organism sejak lahir hingga mati.
2.       Growt, Perkembangan itu berarti pertumbuhan.
3.      Change In The Shape And Integration Of Bodily Parts Into Functional Parts, Perubahan dalam bentuk dan penyatuan bagian-bagian yang fungsional.
Berdasarkan pengertian perkembangan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa perkembangan adalah peningkatan kuantitas dan kualitas aspek-aspek psiko-fisik manusia sejak lahir sampai mati.
B.     Pertumbuhan
Pertumbuhan berarti perubahan kuantitatif yang mengacuh pada jumlah, besar, dan luas yang bersifat konkrit. Dengan kata lain, pertumbuhan berarti kenaikan dan penambahan ukuran yang berangsur-angsur seperti yang menjdi besar dan tegap, juga kaki dan tangan yang semakin panjang.
Selanjutnya, berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan akan berlanjut terus hingga manuia mengakhiri hidupnya, sedangkan pertumbuhan hanya terjadi sampai manusia mencapai kematangan manusia mencapai kematangan fisik ( maturation ).
Namun demikian untuk membedakan makna pertumbuhan dan perkembangan secara hitam putih tidak dapat diterima sepenuhnya. Alasanya, ada sejumlah bukti perubahan yang bersifat jasmaniah yang terus berlangsung hingga akhir hayat  seperti rambit dan kuku. Rambut dan kuku yang sacara periodik kita potong itu akan tumbuh dan tumbuh lagi walaupun usia kita sudah melebihi usia kematangan.

Referensi

Arifianto, Abdullah. 2006. Pendidikan dan Pengembangan Pola Pikir. Malang: www.google.com
Zahidi, Syukron. 2010. Perkembangan Kognitif Anak Wajib dimiliki oleh Guru. www.kompasiana.com
 

No comments:

Post a Comment