Monday, 22 July 2013

Pengelolaan Kelas



BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang Masalah
Masalah pokok yang sering dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman adalah pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas merupakan masalah tingkah laku yang kompleks, dan guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan mereka dapat belajar. Dengan demikian pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat bagi pengajaran yang efektif. tugas utama dan paling sulit bagi guru adalah pengelolaan kelas, lebih-lebih tidak ada satupun pendekatan yang dikatakan paling baik.
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Dengan kata lain, adalah kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadi proses belajar mengajar. Yang termasuk ke dalam hal ini misalnya adalah, penghentian tingkah laku anak didik yang menyelewengkan perhatian kelas, memberi hadiah bagi ketepatan waktu menyelesaikan tugas oleh siswa, atau penetapan norma kelompok yang produktif.
Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur anak didik dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Juga hubungan interpersonal yang baik antara guru dan anak didik dan anak didik dengan anak didik, merupakan syarat keberhasilan pengelolaan kelas. pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi proses belajar mengajar yang efektif.
Setiap guru msuk ke dalam kelas, maka pada saat itu pula ia menghadapi dua masalah pokok, yaitu masalah pengajaran dan masalah manajemen. Masalah pengajaran adalah usaha membantu anak didik dalam mencapai tujuan khusus pengajaran secara langsung, misalnya membuat satuan pelajaran, penyajian informasi, mengajukan pertanyaan, evaluasi, dan masih banyak lagi. Sedangkan masalah manajemen adalah usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Misalnya, memberi penguatan, mengembangkan hubungan guru-anak didik, membuat aturan kelompok yang produktif. Kadang-kadang sukar untuk dapat membedakan mana masalah pengajaran dan mana masalah manajemen. Masalah pengajaran harus diatasi dengan cara pengajaran, dan masalah pengelolaan harus diatasi dengan cara pengelolaan.
Untuk itu, dalam makalah ini penulis ingin memaparkan seluk beluk pengelolaan kelas agar dapat dijadikan panduan bagi pembaca terutama guru maupun calon guru agar dapat mengelola kelas dengan efektif .
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak dikaji yakni :
1.      Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengelolaan kelas!
2.      Jelaskan tujuan dari pengelolaan kelas!
3.      Apa saja pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan kelas?
4.      Jelaskan prinsip-prinsip pengelolaan kelas!
5.      Jelaskan apa saja komponen-komponen pengelolaan kelas!
6.      Jelaskan beberapa masalah pengelolaan kelas!
7.      Jelaskan yang dimaksud dengan penataan ruang kelas!
8.      Jelaskan yang dimaksud dengan pengaturan siswa!
9.      Jelaskan yang dimaksud dengan pengelolaan kelas yang efektif!


1.3  Rumusan Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini yaitu:

1.      Menjelaskan apa yang dimaksud dengan pengelolaan kelas
2.      Menjelaskan tujuan dari pengelolaan kelas
3.      Menjelaskan apa saja pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan kelas
4.      Menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan kelas
5.      Menjelaskan apa saja komponen-komponen pengelolaan kelas
6.      Menjelaskan beberapa masalah pengelolaan kelas
7.      Menjelaskan yang dimaksud dengan penataan ruang kelas
8.      Menjelaskan yang dimaksud dengan pengaturan siswa
9.      Menjelaskan yang dimaksud dengan pengelolaan kelas yang efektif.

1.4     Manfaat
Sebagai referensi bagi rekan-rekan mahasiswa khususnya, dalam mempelajari strategi belajar mengajar serta memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pembaca khususnya guru dan calon guru mengenai pengelolaan kelas



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas adalah salah satu tugas guru yang tidak akan pernah ditinggalkan. Guru selalu mengelola kelas ketika dia melaksanakan tugasnya. Pengelolaan kelas dimaksudkan utnuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi anak disik sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Ketika kelas terganggu, guru berusaha mengembalikannya agar tidak terjadi penghalang bagi proses belajar mengajar.
Dalam konteks yang demikian itulah kiranya pengelolaan kelas penting untuk diketahui oleh siapapun juga yang menerjunkan dirinya ke dalam dunia pendidikan. Pengelolaan kelas terdiri atas dua kata yaitu pengelolaan dan kelas. Istilah lain dari pengelolaan adalah manajemen. Manajemen atau pengelolaan dalam pengertian umum adalah pengadministrasian, pengaturan atau penataan suatu kegiatan (Suharsimi Arikunto, 1990:2).
Sedangkan kelas menurut Oemar Hamalik (1987:311), adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari guru. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1988:17), kelas adalah sekelompok siswa yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama. Dengan batasan pengertian tersebut, maka ada tiga persyaratan untuk dapat terjadinya.
1. Sekelompok anak, walaupun dalam waktu yang sama bersama-sama menerima pelajaran, tetapi jika bukan pelajaran yang sama dari guru yang sama, namanya bukan kelas.
2. Sekelompok anak yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama, tetapi dari guru yang berbeda, namanya juga bukan kelas.
3. Sekelompok anak yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama, tetapi jika pelajaran tersebut diberikan secara bergantian, namanya juga bukan kelas.
Suharsimi Arikunto menegaskan, bahwa kelas yang dimaksud di sini adalah kelas dengan sistem pengajaran klasikal dalam pengajaran secara tradisional.
Hadari Nawawi memandang kelas dari dua sudut:
1. Kelas dalam arti sempit yakni, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini mengandung sifat statis karena sekadar menunjuk pengelompokan siswa menurut tingkat perkembangannya yang antara lain didasarkan pada batas umur kronologis masing-masing.
2. Kelas dalam arti luas, adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisasikan menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan.
Dari uraian tersebut dapatlah dipahami bahwa pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dengan sengaja dilakukan guna mencapai tujuan pengajaran. Dengan kata lain, pengelolaan kelas adalah kegiatan pengaturan kelas untuk kepentingan pengajaran. Pengertian pengelolaan kelas ditinjau dari paham lama, yaitu mempertahankan ketertiban kelas. Sedangkan menurut pengertian baru seperti yang dikemukakan oleh Made Pidarta dengan mengutip pendapat Lois V. Johnson dan Mary A. Bany, bahwa pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problema dan situasi kelas. Dalam hal ini guru bertugas menciptakan, mempertahankan dan memelihara sistem/organisasi kelas. Sehingga individu siswa dapat memanfaatkan kemampuannya, bakatnya dan energinya pada tugas-tugas individual.
Sedangkan menurut Sudirman, dkk (1991:310), pengelolaan kelas adalah upaya mendayagunakan potensi kelas. Ditambahkan lagi oleh Hadari Nawawi (1989:115) mengatakan bahwa manajemen atau pengelolaan kelas adalah kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yangs eluas-luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah sehingga waktudan dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan murid. Suharsimi Arikunto (1988:67) juga berpendapat bahwa pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membnatu dengan maksud agar dicapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang diharapkan. Suharsimi memahami pengelolaan kelas ini dari dua segi, yaitu pengelolaan yang menyangkut siswa dan pengelolaan fisik (ruangan, perabot, alat pelajaran). Menuturnya membuka jendela agar udara segar dapat masuk ke ruangan atau agar ruangan menjadi terang, menyalakan lampu listrik, menggeser papan tulis, mengatur meja, merupakan kegiatan pengelolaan kelas fisik.
2.2 Tujuan Pengelolaan Kelas
Tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan. Secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap serta apresiasi pada siswa (Sudirman N, 1991:311).
Suharsimi Arikunto (1988:68) berpendapat bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Menurutnya, sebagai indikator dari sebuah kelas yang tertib adalah apabila:
  1. Setiap anak terus bekerja, tidak macet, artinya tidak ada anak yang terhenti karena tidak tahu ada tugas yang harus dilakukan atau tidak dapat melakukan tugas yang diberikan kepadanya.
  2. Setiap anak terus melakukan pekerjaan tanpa membuang waktu, artinya setiap anak akan bekerja secepatnya supaya lekas menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Apabila ada anak yang walaupun tahu dan dapat melaksanakan tugasnya, tetapi mengerjakannya kurang bergairah dan mengulur waktu bekerja, maka kelas tersebut dikatakan tidak tertib.
2.3 Berbagai Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas
Keharmonisan hubungan guru dengan anak didik, tingginya kerja sama di antara anak didik tersimpul dalam bentuj interaksi. Lahirnya interaksi yang optimal bergantung dari pendekatan yang guru lakukan dalam rangka pengelolaan kelas. Berbagai pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Pendekatan Kekuasaan
Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Peranan guru di sini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas. Kedisiplinan adalah kekuatan yang menuntut kepada anak didik untuk menaatinya. Di dalamnya ada kekuasaan dalam norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui kekuasaan dalam bentuk norma itulah guru mendekatinya.
  1. Pendekatan Ancaman
Dari pendekatan ancaman atau intimidasi ini, pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku anak didik dilakukan dengan cara memberikan ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran, dan memaksa.
  1. Pendekatan Kebebasan
Pengelolaan diartikan sebagai suatu proses untuk membantu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan saja dan di mana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan anak didik.
  1. Pendekatan Resep
Pendekatan ini dilakukan dengan memberi satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang terjadi di kelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap apa yang harus dikerjakan oleh guru. Peranan guru hanyalah mengikuti petunjuk seperti yang tertulis dalam resep.
  1. Pendekatan Pengajaran
Pendekatan ini didasarkan atas suatu anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya masalah tingkah laku anak didik, dan memecahkan masalah itu jika tidak bisa dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dan mneghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik.
  1. Pendekatan Perubahan Tingkah Laku
Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik, dan mencegah tingkah laku yang kurang baik. Pendekatan ini bertolak dari sudut pandangan Psikologi Behavioral yang mengemukakan asumsi sebagai berikut:
a.       Semua tingkah laku yang baik dan kurang baik merupakan hasil proses belajar.
b.      Di dalam proses belajar terdapat proses psikoloogis yang fundamental berupa penguatan positif, hukuman, penghapusan dan penguatan negatif. Asumsi ini mengharuskan seseorang wali/guru kelas melakukan usaha-usaha mengulang-ulangi program atau kegiatan yang dinilai baik bagi terbentuknya tingkah laku tertentu, terutama di kalangan siswa.
  1. Pendekatan Suasana Emosi dan Hubungan Sosial
Pendekatan pengelolaan kelas berdasarkan suasana perasaan dan suasana sosial di dalam kelas sebagai sekelompok individu cenderung pada pandangan psikologi klinis dan konseling. Menurut pendekatan ini, pengelolaan kelas merupakan suatu proses menciptakan iklim atau suasana emosional dan hubungan sosial yang positif dalam kelas. Peranan guru adalah menciptakan hubungan pribadi yang sehat. Untuk itu terdapat dua asumsi pokok yang dipergunakan dalam pengelolaan kelas sebagai berikut:
a.       Iklim sosial dan emosional yang baik adalah terdapat hubungan interpersonal yang harmonis antara guru dengan guru, guru dnegan siswa, dan siswa dengan siswa, merupakan kondisi yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif.
b.      Iklim sosial yang emosional yang baik tergantung pada guru dalam usahanya melaksanakan kegiatan belajar mengajar, yang didasari dengan hubungan manusiawi yang efektif.
  1. Pendekatan Proses Kelompok
Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk menciptakan kelas sebagai suatu sistem sosial, di mana proses kelompok merupakan yang paling utama. Peranan guru adalah mengusahakan agar perkembangan dan pelaksanaan proses kelompok itu efektif. Proses kelompok adalah usaha guru mengelompokkan anak didik dalam beberapa kelompok dengan berbagai pertimbangan individual sehingga tercipta kelas yang bergairah dalam belajar. Dasar dari pendekatan ini adalah psikologi sosial dan dinamis kelompok yang mengetengahkan dua asumsi sebagai berikut:
a.       Pengalaman belajar di sekolah bagi siswa berlangsung dalam konteks kelompok sosial. Asumsi ini mengharuskan guru/wali kelas selalu mengutamakan kegiatan yang dapat mengikutsertakan seluruh personal di kelas.
b.      Tugas guru terutama adalah memelihara kelompok belajar agar menjadi kelompok yang efektif dan produktif. Berdasarkan asumsi ini berarti seorang guru/wali kelas harus mampu membentuk dan mengaktifkan siswa bekerja sama dalam kelompok. Hal tersebut harus dilaksanakan secara efektif agar hasilnya lebih baik daripada siswa belajar sehari-hari. Kegiatan guru sebagai kelompok antara lain berupa regu mengajar yang bertugas membantu kelompok belajar.
  1. Pendekatan Elektis atau Pluralistik
Pendekatan ini menekankan pada potensialitas, kreativitas, dan inisiatif guru/wali kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya. Penggunaan pendekatan ini dalam suatu situasi mungkin dipergunakan dalah satu dan dalam situasi lain mungkin harus mengkombinasikan dan atau ketiga pendekatan tersebut. guru memilih dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut sesuai dengan kemampuan dan selama maksud dan penggunaannya untuk pengelolaan kelas di sini adalah suatu rumpun kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang memberi kemungkinan proses belajar mengajar berjalan secara efektif dan efisien.
2.4 Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan kelas dibagi menjadi dua golongan yaitu, faktor intern siswa dan faktor eksern siswa. Faktor intern siswa berhubungan dnegan masalah emosi, pikiran, dan prilaku. Kepribadian siswa dengan ciri khasnya masing-masing menyebabkan siswa berbeda dari siswa lainnya secara individual. Perbedaans ecara individual ini dilihat dari segi aspek, yaitu perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis. Sedangkan faktor ekstern siswa terkait dengan masalah suasana lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokan siswa, jumlah siswa di kelas, dan sebagainya.
Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan kelas, dapat digunakan prinsip-prinsip pengelolaan kelas yaitu:
  1. Hangat dan Antusias
Guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktivitasnya  akan berhasil mengimplementasikan pengelolaan kelas.
  1. Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang. Selain itu, akan dapat menarik perhatian anak didik dan dapat mengendalikan gairah belajar siswa.
  1. Bervariasi
Penggunaan alat atau media, atau alat bantu, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian anak didik. Variasi penggunaan yang disebutkan tersebut merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.
  1. Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak didik serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif. Keluwesan dalam pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan anak didik, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas, dan sebagainya.
  1. Penekanan pada Hal-hal yang Positif
Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian anak didik pada hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal yang positif, yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku anak didik yang positif daripada mengomeli tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif, dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
  1. Penanaman Disiplin Diri
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah agar anak didik dapat mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya selalu mendorong anak didik untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan mengenai pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab.
2.5 Komponen-komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas
  1. Keterampilan yang Berhubungan dengan Penciptaan dan Pemeliharaan Kondisi Belajar yang Optimal (Bersifat Preventif)
Keterampilan ini berhubungan dengan kompetensi guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran serta aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan keterampilan sebagai berikut:
a.       Sikap Tanggap
Ditunjukkan oleh tingkah laku guru bahwa ia hadir bersama mereka. Guru tahu kegiatan mereka, tahu ada perhatian atau tidak, tahu apa yang mereka kerjakan. Sikap ini dapat dilakukan dengan cara:
1.      Memandang secara saksama
Ini dapat emngundang dan melibatkan anak didik kontak pandang dalam pendekatan guru untuk bercakap-cakap, bekerja sama, dan menunjukkan rasa persahabatan.
2.      Gerak mendekati
Gerak guru dalam mendekati kelompok kecil atau indibidu menandakan kesiagaan, minat dan perhatian guru yang diberikan terhadap tugas serta aktivitas anak didik. Gerak mendekati hendaknya dilakukan secara wajar, bukan untuk menakut-nakuti, mengancam atau memberi kritikan dan hukuman.
3.      Memberi pernyataan
Pernyataan guru terhadap sesuatu yang dikemukakan oleh anak didik sangat diperlukan, baik berupa tanggapan, komentar, ataupun yang lain. Akan tetapim haruslah dihindari hal-hal yang menunjukkan dominasi guru, misalnya dengan komentar atau pernyataan yang mengandung ancaman.
4.      Memberi reaksi terhadap gangguan dan ketakacuhan
Kelas tidak selamanya tenang. pasti ada gangguan. teguran perlu dilakukan oleh guru untuk emngembalikan keadaan kelas. Teguran guru merupakan tanda bahwa guru ada bersama anak didik. Teguran haruslah diberikan pada saar yang tepat dan sasaran yang tepat pula, sehingga dapat mencegah meluasnya penyimpangan tingkah laku.
b.      Membagi Perhatian
Pengelolaan kelas yang efektif terjadi jika guru mampu membagi perhatiannya kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama. Membagi perhatian dapat dilakukan dengan cara:
1.      Visual
guru dapat mengubah pandangannya dalam memperhatikan kegiatan pertama sedemikian rupa sehingga ia dapat melirik ke kegiatan kedua, tanpa kehilangan perhatian pada kegiatan pertama.
2.      Verbal
Guru dapat memberi komentar, penjelasan, pertanyaan, dan sebagainya terhadap aktivitas anak didik pertama sementara ia memimpin dan terlibat supervisi pada aktivitas anak didik yang lain.
c.       Pemusatan Perhatian Kelompok
  1. Memberi Tanda
Dalam memulai proses belajar mengajar guru memusatkan pada perhatian kelompok terhadap suatu tugas dengan memberi beberapa tanda, misalnya menciptakan atau membuat situasi tenang sebelum memperkenalkan objek, pertanyaan, atau topik, dengan memilih anak didik secara random untuk meresponnya.
  1. Pertanggunganjawaban
Guru meminta pertanggungjawaban anak didik atas kegiatan dan keterlibatannya dalam suatu kegiatan. Misalnya dengan meminta kepada anak didik untuk memperagakan, melaporkan hasil dan memberi tanggapan.
  1. Pengarahan dan Petunjuk yang Jelas
Guru harus seringkali memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas dan singkat dalam memberikan pelajaran kepada anak didik, sehingga tidak terjadi kebingungan pada diri anak didik.
  1. Penghentian
Tidak semua gangguan tingkah laku dapat dicegah atau berhasil dihindari. Yang diperlukan di sini adalah guru dapat menanggulangi terhadap anak didik yang nyata-nyata telah melanggar dan mengganggu untuk aktif dalam kegiatan di kelas. Guru bisa memberikan teguran secara verbal. teguran yang dilakukan guru adalah salah satu cara untuk menghentikan gangguan anak didik. Teguran verbal dibenarkan dalam pendidikan. teguran verbal yang efektif adalah memenuhi syarat-syarat berikut:
a.       Tegas dan jelas tertuju pada anak didik yang mengganggu serta kepada tingkah lakunya yang menyimpang.
b.      Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan atau yang mengandung penghinaan.
c.       Menghindari ocehan atau ejekan, lebih-lebih yang berkepanjangan.
  1. Penguatan
Penggunaan penguatan untuk mengubah tingkah laku merupakan strategi remedial untuk mengatasi anak didik yang terus mengganggu atau yang tidak melakukan tugas. Pemberian penguatan yang sederhana antara lain:
a.       Dengan menggunakan penguatan positif bila anak didik telah menghentikan gangguan atau kembali kepada tugas yang diminta.
b.      Dengan menggunakan penguatan positif terhadap anak didik yang lain yang tidak mengganggu dan dipakai sebagai model tingkah laku yang baik bagi anak didik yang suka mengganggu.
  1. Kelancaran
Kelancaran atau kemajuan anak didik dalam belajar sebagai indikator bahwa anak didik dapat memusatkan perhatiannya pada pelajaran yang diberikan di kelas. Ada sejumlah kesalahan yang harus guru hindari, yaitu:
a.       Campur tangan yang berlebihan
Apabila guru menyela kegiatan yang sedang asyik berlangsung dengan komentar, pertanyaan, atau petunjuk yang mendadak, kegiatan itu akan terganggu atau terputus. Ini memberi kesan kepada anak didik bahwa guru tidak memperhatikan keterlibatan dan kebutuhan anak didik. Ia hanya ingin memuaskan kehendak sendiri.
b.      Kelenyapan
Hal ini terjadi jika guru gagal secara tepat melengkapi suatu instruksi, penjelasan, petunjuk, atau komentar, dan kemudian menghentikan penjelasan atau sajian tanpa alasan yang jelas.Juga dapat terjadi dalam bentuk diam terlalu lama, kehilangan akal, atau melupakan langkah-langkah dalam pengajaran. Akhirnya, adalah membiarkan pikiran anak didik mengawang-awang, melantur, dan mengganggu keefektifan serta kelancaran pelajaran.
c.       Penyimpangan
Karena guru terlalu asyik dalam kegiatan menyampaikan bahan pelajaran, menyebabkan pada waktu tertentu penjelasannya atau pembicaraannya menyimpang dari pokok persoalan pelajaran yang sedang dibicarakan. Ini dapat mengganggu kelancaran kegiatan belajar anak didik.
d.      Ketidaktepatan berhenti dan memulai kegiatan
Ini terjadi jika guru memulai aktivitas tanpa mengakhiri aktivitas sebelumnya, menghentikan kegiatan pertama, memulai kegiatan kedua, kemudian kembali kepada kegiatan pertama lagi. Dengan demikian guru tidak dapat mengendalikan situasi kelas dan akhirnya mengganggu kelancaran kegiatan belajar anak didik.
  1. Kecepatan (Pacing)
Diartikan sebagai tingkat kemajuan yang dicapai anak didik dalam suatu pelajaran. Yang perlu dihindari oelh guru adalah kesalahan menahan kecepatan yang tidak perlu, atau menahan penyajian bahan pelajaran yang sedang berjalan, atau kemajuan tugas. Ada dua kesalahan kecepatan yang harus dihindari bila kecepatan yang tepat ingin dipertahankan, yaitu:
a.       Bertele-tele
Kesalahan ini terjadi jika pembicaraan guru bersifat mengulang-ulang hal-hal tertentu, memperpanjang keterangan atau penjelasan, mengubah teguran yang sederhana menjadi ocehan atau kupasan yang panjang.
b.      Mengulangi penjelasan yang tidak perlu
Kesalahan ini mmuncul jika guru memberi petunjuk pengajaran atau penjelasan kepada kelompok kecil anak didik atau secara individual, yang sebenarnya sudah diberikan dalam kelas atau kelompok besar secara bersama.
  1. Keterampilan yang Berhubungan dengan Pengembangan Kondisi Belajar yang Optimal
Keterampilan ini berkaitan dengan tanggapan guru terhadap gangguan anak didik yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal.
Bukanlah kesalahan profesional guru apabila ia tidak dapat menangani setiap masalah anak didik dalam kelas. Namun pada tingkat tertentu guru dapat menggunakan seperangkat strategi untuk tindakan perbaikan terhadap tingkah laku anak didik yang terus menerus menimbulkan gangguan dan yang tidak mau terlibat dalam tugas di kelas. Strategi tersebut adalah:
a.       Modifikasi Tingkah Laku
Guru menganalisis tingkah laku anak didik yang mengalami masalah atau kesulitan dan berusaha memodifikasi tingkah laku tersebut dengan mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis.
b.      Pendekatan Pemecahan Masalah Kelompok
Guru dapat mneggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara:
-          Memperlancar tugas-tugas: mengusahakan terjadinya kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas.
-           Memelihara kegiatan-kegiatan kelompok: memelihara dan memulihkan semangat anak didik dan menangani konflik yang timbul.
c.       Menemukan dan Memecahkan Tingkah Laku yang Menimbulkan Masalah
Guru dapat menggunakan seperangkat cara untuk mengendalikan tingkah laku keliru yang muncul, dan ia mengetahui sebab-sebab dasar yang mengakibatkan ketidakpatuhan tingkah laku tersebut serta berusaha untuk menemukan pemecahannya.


2.6 Beberapa Masalah Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas bukanlah hal yang mudah dan ringan. Gagalnya seorang guru mencapai tujuan pengajaran seiring dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikatir dari kegagalan itu adalah prestasi belajar siswa rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting dikuasai oleh guru dalam rangka keberhasilan proses belajar mengajar.
Keinginan agar tugas mengelola kelas bukan menjadi beban yang berat adalah suatu harapan yang tidak akan menjadi kenyataan. Apalagi jika kelas yang akan dikelola itu dengan jumlah siswa yang besar. Di dalamnya terkumpul berbagai karakteristik siswa yang bervariasi. Suatu kevariasian yang melahirkan prilaku yang bermacam-macam pula masalah yang akan ditimbulkannya.
Keragaman masalah prilaku siswa itu menimbulkan beberapa masalah pengelolaan kelas. Mneurut Made Pidarta, masalah-masalah pengelolaan kelas yang berhubungan dengan prilaku siswa adalah:
  1. Kurang kesatuan, dengan adanya kelompok-kelompok, klik-klik, dan pertentangan jenis kelamin.
  2. Tidak ada standar prilaku dalam bekerja kelompok, misalnya ribut, bercakap-cakap, pergi ke sana ke mari, dan sebagainya.
  3. Reaksi negatif terhadap anggota kelompok, misalnya ribut, bermusuhan, mengucilkan, merendahkan kelompok bodoh, dan sebagainya.
  4. Kelas mentoleransi kekeliruan-kekeliruan temannya ialah menerima dan mendorong prilaku siswa yang keliru.
  5. Mudah mereaksi negatif/terganggu, misalnya bila didatangi monitor, tamu-tamu, iklim yang berubah, dan sebagainya.
  6. Moral rendah, permusuhan, agresif, misalnya dalam lembaga dengan alat-alat belajar kurang, kekurangan uang, dan sebagainya.
  7. Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah, seperti tugas-tugas tambahan, anggota kelas yang baru, situasi baru, dan sebagainya.
Menurut Made Pidarta, faktor-faktor penyebab variasi prilaku tersebut adalah:
  1. Karena pengelompokan (pandai, sedang, bodoh). Kelompok bodoh akan menjadi sumber negatif, penolakan atau apatis.
  2. Dari karakteristik individual, seperti kemampuan kurang, membuat tidak puas, atau dari latar belakang ekonomi rendah yang menghalangi kemampuannya.
  3. Kelompok pandai akan merasa terhalang oleh teman-temannya yang tidak mampu seperti dia. Kelompok ini ering menolak standar yang diberikan oleh guru. Sering juga kelompok ini membentuk norma sendiri, yang seringkali tidak sesuai dengan harapan sekolah.
  4. Dalam latihan diharapkan semua siswa tenang dan bekerja sepanjang jam pelajaran, kalau ada interupsi atau interaksi mungkin mereka merasa tegang atau cemas. Guru harus berusaha mengadakan situasi agar mereka bisa mengadakan interaksi.
  5. Dari organisasi kurikulum tentang team teaching, misalnya anak didik pergi dari satu guru ke guru yang lain dan dari satu kelompok ke kelompok yang lain. Tenaga mereka banyak dipakai di jalanan dan harus menyesuaikan diri berkali-kali, tidak ada kestabilan. Penyesuaian terhadap guru dan metode-metodenya. Pengembangan diri yang sesungguhnya bersumber dari hubungan sosial menjadi terlambat.
Doyle (1986) memandang variabel masalah pengelolaan kelas dari sudut lain, yaitu:
  1. Berdimensi Banyak
Di kelas guru dituntut untuk emlaksanakan berbagai tugas yang meliputi ugas-tugas akademik serta tugas penunjangnya, yaitu tugas-tugas administratif.
-          Tugas edukatif, yaitu menyusun persiapan mengajar lengkap dengan alat serta sumber, menyampaikan pelajaran dan mengevaluasi.
-          Tugas administratif, yaitu meliputi pekerjaan mengabsen, mencatat data siswa, menyusun jadwal, mencatat hasil-hasil pengajaran, dan lain sebagainya.
  1. Serentak
Pekerjaan yang satu harus dikerjakan, sedangkan pekerjaan yang lain tidak dapat ditunda. Keduanya harus dikerjakan dalam waktu yang hampir bersamaan, dikerjakan secara serentak. Misalnya, selama dilaksanakan diskusi, guru tidak hanya harus mendengarkan dan membantu mengarahkan pikiran siswa, tetapi juga harus memantau siswa-siswa yang kurang aktif dan efektif melibatkan diri dalam kegiatan, dan mencari strategi agar diskusi dapat berjalan dengan baik.
  1. Segera
Proses pengajaran yang terjadi di kelas cukup cepat. Selama satu hari belajar kepada siswa disajikan beberapa mata pelajaran. Waktu yang dijadwalkan untuk setiap mata pelajaran juga tak banyak. Dengan waktu yang dijadwalkan tersebut, guru harus membaginya sedemikian rupa hingga cukup efektif menghasilkan sesuatu yang dikuasai siswa. Interaksi antara guru dengan siswa terjadi timbal balik begitu cepat, sehingga menuntut guru agar dapat segera bertindak meallui proses berpikir, menerima rangsangan dari luar, berpikir, memutuskan dan melaksanakan tindakan. Untuk sesegera mungkin mnegantisipasi permasalahan di atas itulah terkadang menjadi masalah bagi guru.
  1. Iklim Kelas yang Tidak Dapat Diramalkan Terlebih Dahulu
Iklim yang terjadi di kelas bukan semata-mata merupakan hasil upaya guru. Banyak faktor telah mempengaruhi terjadinya iklim di kelas, dan beberapa di antaranya datang dengan tiba-tiba. Misalnya, ketika semua siswa sedang asyik menerima mata pelajaran dari guru, dengan tiba-tiba seekor cecak jatuh tepat di tubuh salah seorang siswi. Karena jatuhnya cecak tersebut tepat di punggungnya, secara refleks siswi tersebut terkejut dan langsung berteriak.Akibatnya suasana kelas menjadi gaduh. Kelas yang tadinya tenang menjadi tidak menentu. Siswa pun tidak tenang menerima pelajaran dari guru.
  1. Sejarah
Doyle mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi di kelas mempunyai dampak yang dirasakan dalam waktu yang jauh sesudahnya. Peristiwa yang terjadi pada waktu awal-awal sekolah akan banyak berpengaruh pada pengelolaan kelas pada tingkat-tingkat berikutnya. Menurut pengamatan, ada kelas yang begitu mudah dikelola, dan ada yang sangat sulit. Ternyata, kelas yang mudah dikelola merupakan kelanjutan dari kelas yang pada waktu di kelas awal ditangani dengan baik. Dalam hal penguasaan mata pelajaran tertentu juga dipengaruhi oleh penguasaan materi mata pelajaran tersebut selain baiknya pengelolaan kelas pada sekolah awal.
Berbagai masalah tersebut adalah masalah yang berkepanjangan bagi guru. Belum lagi masalah besar kecilnya jumlah kelas. Masalah ini juga tidakpernah luput dari agenda kegiatan guru. Masalah ini bermuara pada dua kutub yang berbeda. Ada guru yang senang mengajar dengan jumlah siswa yang banyak, dan ada pula yang bergairah mengajar dengan jumlah siswa yang sedikit. Tapi pada umumnya banyak guru yang mempermasalahkan jumlah siswa yang banyak di kelas. Jumlah siswa yang terlalu besar sukar dikelola, dan lebih mudah terjadi konflik si antara mereka. Mereka percaya bahwa perbaikan mutu pelajaran langsung dapat dicapai dengan mengurangi besarnya kelas (jumlah siswa).
Tetapi, di pihak lain,  para penyelenggara dan pengelola keuangan, menyadari tingginya biaya pendidikan dan latihan, cenderung disebabkan oleh jumlah kelas dan siswa yang sedikit. Mereka berpendapat bahwa baik biaya maupun mendesaknya kebutuhan sumber pendapatan dapat diatasi dengan menambah jumlah siswa, walaupun siswa harus berdesakan dalam ruangan kelas yang sempit. Manun demikkian, keluhan guru dan keinginan administrator dipertemukan dengan kata menyelaraskan kedua pendapat yang berbeda itu.
Tidak ada ukuran kelas optimal yang cocok untuk smeua situasi. Ukuran kelas optimal harus dihubungkan dengan sifat tujuan belajar yang akan dicapai. Data penelitian menunjukkan tiga ketentuan umum yang dapat dibuat, yaitu:
  1. Bila tujuan kognitif tingkat rendah dan tujuan afektif akan dicapai, kelas besar tidaklah lebih buruk daripada kelas kecil.
  2. Bila tujuan kognitif tingkat tinggi dan tujuan afektif ingin dicapai, kelas-kelas kecil beranggotakan 5 atau 7 mahasiswa (siswa) adalah ukuran optimal.
  3. Bila yang ingin dicapai adalah tujuan kognitif tingkat tertinggi (evaluasi), dan tujuan afektif (karakterisasi), maka tutorial satu lawan satu bahkan lebih baik daripada kelas kecil.
Namun begitu, perlu diingat bahwa kelas besar mempunyai dua efek sampingan, yaitu:
  1. Kelas-kelas besar memberi bahan mengajar yang lebih berat bagi para guru, karena lebih banyak persiapan yang dibutuhkan.
  2. Kelas-kelas besar lebih membatasi kebebasan guru dalam memvariasikan metode penyajiannya.
Selain masalah besar-kecilnya jumlah siswa di kelas, masalah disiplin adalah masalah lain yang juga menjadi beban bagi guru. Bentuk-bentuk pelanggaran disiplin kelas yang siswa lakukan meliputi masalah individual dan masalah kelompok.
Bentuk-bentuk pelanggaran disiplin yang bersifat individual adalah:
1.      Tingkah Laku untuk Menarik Perhatian Orang Lain
                  Siswa yang mempunyai perasaan ingin diperhatikan, berusaha mencari kesempatan pada waktu yang tepat untuk melakukan perbuatan yang dikiranya dapat menarik perhatian orang lain. Apabila prilaku tersebut tidak dapat menarik perhatian orang lain, maka ia mencari cara lain yang lebih brutal.
2.      Tingkah Laku untuk Menguasai Orang Lain
                  Tingkah laku yang ditunjukkan oleh siswa untuk menguasai orang lain ada yang bersifat aktif dan ada pula yang bersifat pasif. Prilaku yang bersifat aktif misalnya, selalu berdebat atau kehilangan kendali emosional. Sedangkan prilaku yang bersifat pasif misalnya selalu lupa pada peraturan-peraturan kelas yang sudah disepakati sebelumnya.
3.      Perilaku untuk Membalas Dendam
                  Siswa yang berprilaku seperti ini biasanya yang merasa lebih kuat, dan yang menjadi sasarannya biasanya orang yang lebih lemah. Tingkah laku seperti ini misalnya mengatai, mengancam, mencubit, memukul, menendang, dan sebagainya.
4.      Peragaan Ketidakmampuan
                  Siswa yang termasuk kategori ini biasanya sangat apatis (masa bodoh) terhadap pekerjaan apapun, misalnya menolak mentah-mentah untuk melakukan suatu pekerjaan, karena ia yakin akan menemui kegagalan. Kalaupun mau melakukannya, tidak dengan sepenuh hati. Bahkan ada kecendrungan menyontek pekerjaan teman yang ada di sampingnya.
Sedangkan bentuk-bentuk pelanggaran disiplin yang bersifat kelompok adalah:
1.      Kelas Kurang Kohesif (Akrab)
                  Hubungan antarsiswa kurang harmonis sehingga muncul beberapa kelompok yang tidak bersahabat. Terjadi kekurangkohesifan kelas biasanya disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin, suku, tingkat sosial ekonomi atau kekeliruan guru dalam pembagian kelompok yang monoton, tidak berubah-ubah dalam setiap kegiatan.
2.      Kesebalan terhadap Norma-norma yang Telah Disepakati Sebelumnya
            Tingkah laku yang secara sengaja dilakukan oleh siswa untuk melanggar norma-norma yang disepakati sebelumnya, apabila berhasil, maka siswa yang melakukannya akan merasa senang, tidak peduli orang lain merasa terganggu karena perbuatannya itu. Perilaku ini misalnya berbicara keras-keras di dalam ruangan kelas atau merokok pada saat orang lain sedang membaca.
3.      Kelas Mereaksi Negatif terhadap Salah Seorang Anggota
            Kelas memperolok-olokkan temannya, sehingga kelas menjadi gaduh tidak karuan. Siswa yang diperolok-olokkan biasanya siswa yang terlambat datang, yang disuruh tampil ke depan, yang mengajukan pertanyaan, yang mempunyai kelainan dalam prilakunya, dan sebagainya.
4.      Menyokong Anggota Kelas yang Justru Melanggar Norma Kelompok
            Kelas mendukung salah seorang anggota kelas yang membadut, seolah-olah dia dianggap sebagai pahlawan untuk mendobrak suatu norma atau tata aturan.
5.      Semangat Kerja Rendah atau Semacam Aksi Protes
            Ini dilakukan terhadap guru jika tugas yang diberikan kurang wajar. Siswa cenderung menunjukkan prilaku yang masa bodoh. Mereka tidak merasa takut lagi terhadap ancaman hukuman yang akan diberikan oleh guru.
6.      Kelas Kurang Mampu Menyesuaikan Diri dengan Situasi yang Baru
            jika siswa sudah terbiasa belajar dalam kondisi tertentu, maka apabila situasi tersebut diubah, siswa sulit menyesuaikan diri. Akibatnya motivasi dan kegairahan belajar berkurang, bahkan cenderung untuk menolak sama sekali. Misalnya, perubahan jadwal pelajaran, perubahan ruangan, perubahan guru, perubahan waktu.
2.7 Penataan Ruang Kelas
Pembelajaran yang efektif dapat bermula dari iklim kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang menggairahkan, untuk itu perlu diperhatikan pengaturan/ penataan ruang kelas dan isinya, selama proses pembelajaran. Lingkungan kelas perlu ditata dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang aktif antara siswa dengan guru, dan antar siswa. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas menurut Loisell (Winataputra, 2003:922) yaitu:
1.  Visibility ( Keleluasaan Pandangan)
Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Begitu pula guru harus dapat memandang semua siswa kegiatan pembelajaran.
2.   Accesibility (mudah dicapai)
Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.
3.   Fleksibilitas (Keluwesan)
Barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja kelompok.
4.   Kenyamanan
            Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.
5.   Keindahan
            Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat berengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.
Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk bekelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu dan memantau tingkah laku siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang kelas, hal-hal berikut perlu diperhatikan yaitu:
- Ukuran dan bentuk kelas
- Bentuk serta ukuran bangku dan meja siswa
- Jumlah siswa dalam kelas
- Jumlah siswa dalam setiap kelompok
- Jumlah kelompok dalam kelas
- Komposisi siwa dalam kelompok (pandai dengan kurang pandai, pria dan wanita).
Dalam penataan ruang kelas ini uraian akan diarahkan pada pembahasan masalah pengaturan tempat duduk, pengaturan alat-alat pengajaran, penataan keindahan dan kebersihan kelas, dan ventilasi serta tata cahaya.
1.      Pengaturan Tempat Duduk
            Tempat duduk mempengaruhi siswa dalam belajar. Bila tempat duduknya bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang, sesuai dengan keadaan tubuh siswa, maka siswa akan dapat belajar dengan tenang.
            Sudirman N (1991:318) mengemukakan beberapa contoh formasi tenpat duduk, yaitu posisi berhadapan, posisi setengah lingkaran, dan posisi berbaris ke belakang.
2.      Pengaturan Alat-alat Pengajaran
            Di antara alat-alat pengajaran di kelas yang harus diatur adalah sebagai berikut:
a.       Perpustakaan Kelas
-          Sekolah yang maju ada perpustakaan di setiap kelas.
-          Pengaturannya bersama-sama siswa.
b.      Alat-alat Peraga Media Pengajaran
-          Alat peraga atau media pengajaran semestinya diletakkan di kelas agar memudahkan dalam penggunaannya.
-          Pengaturannya bersama-sama siswa.
c.       Papan Tulis, Kapur Tulis, dan Lain-lain
-          Ukurannya disesuaikan
-          Warnanya harus kontras
-          Penempatannya memperhatikan estetika dan terjangkau oleh semua siswa.
d.      Papan Presensi Siswa
-          Ditempatkan di bagian depan sehingga dapat dilihat oleh semua siswa
-          Difungsikan sebagaimana mestinya.
3.      Penataan Keindahan dan Kebersihan Kelas
a.       Hiasan dinding (pajangan kelas) hendaknya dimanfaatkan untuk kepentingan pengajaran, misalnya: burung Garuda, teks Proklamasi, slogan pendidikan, para pahlawan, Peta/globe.
b.      Penempatan lemari: Untuk buku di depan, untuk alat-alat peraga di belakang.
c.       Pemelliharaan kebersihan: Siswa bergiliran membersihkan kelas, guru memeriksa kebersihan dan ketertiban di kelas.
4.      Ventilasi dan Ttata Cahaya
- Ada ventilasi yang sesuai dengan ruangan kelas
- Sebaiknya tidak merokok
- Pengaturan cahaya perlu diperhatikan
- Cahaya yang masuk harus cukup
- Masuknya dari arah kiri, jangan berlawanan dengan bagian depan.
            Untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi siswa dalam belajar, hal-hal berikut kiranya dapat dijadikan pegangan, yaitu:
  1. Mengatur tempat duduk siswa harus mencerminkan belajar efektif. Bangku disediakan yang memungkinkan dipindah-pindah atau diubah tempatnya.
  2. Ruangan kelas yang bersih dan segar akan menjadikan siswa bergairah belajar.
  3. Memelihara kebersihan dan kenyamanan suatu kelas/ruang belajar, sama artinya dengan mempermudah siswa menerima pelajaran.
2.8 Pengaturan Siswa
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (1991:1018) melihat siswa sebagai individu dengan segala perbedaan dan persamaannya. Pada intinya berisikan aspek biologis, intelektual, dan psikologis. Persamaan dan perbedaan yang dimaksud Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono adalah:
  1. Persamaan dan perbedaan dalam kecerdasan (inteligensi).
  2. Persamaan dan perbedaan dalam kecakapan.
  3. Persamaan dan perbedaan dalam hasil belajar.
  4. Persamaan dan perbedaan dalam bakat.
  5. Persamaan dan perbedaan dalam sikap.
  6. Persamaan dan perbedaan dalam kebiasaan.
  7. Persamaan dan perbedaan dalam pengetahuan/pengalaman.
  8. Persamaan dan perbedaan dalam ciri-ciri jasmaniah.
  9. Persamaan dan perbedaan dalam minat.
  10. Persamaan dan perbedaan dalam cita-cita.
  11. Persamaan dan perbedaan dalam kebutuhan.
  12. Persamaan dan perbedaan dalam kepribadian.
  13. Persamaan dan perbedaan dalam pola-pola dan tempo perkembangan.
  14. Persamaan dan perbedaan dalam latar belakang lingkungan.
Berbagai persamaan dan perbedaan kepribadian siswa di atas, berguna dalam membantu usaha pengaturan siswa di kelas. Terutama berhubungan dengan masalah bagaimana pola pengelompokkan siswa guna menciptakan lingkungan belajar yang aktif dan kreatif, sehingga kegiatan belajar yang penuh kesenangan dan bergairah dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama.
Kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan kelompok menghendaki peninjauan pada aspek individual siswa. Penempata siswa memerlukan pertimbangan pada aspek postur tubuh siswa, di mana menempatkan siswa yang mempunyai tubuh tinggi atau rendah, di mana menempatkan siswa yang memiliki kelainan penglihatan atau pendengaran, jenis kelamin perlu juga dijadikan pertimbangan dalam pengelompokkan siswa. Siswa yang cerdas, yang bodoh, yang pendiam, yang lincah, dan suka berbicara, suka membuat keributan, yang suka mengganggu temannya, dan sebagainya. Sebaiknya dipisah agar kelompok tidak didominasi oleh satu kelompok tertentu, agar persaingan dalam belajar berjalan seimbang (Syaiful Bahri Djamarah, 2006:208).
a.      Pembentukan organisasi
            Untuk melatih siswa dalam berorganisasi dan dalam rangka menciptakan ketertiban kelas, kiranya perlu dibentuk organisasi siswa di kelas. Pembentukan organisasi kelas merupakan langkah awal untuk melatih dan membina siswa dalam hal berorganisasi. Mereka dilatih untuk belajar bertanggung jawab atas tugas yang dipecayakan. Organisasi siwa dapat membantu guru dalam menyediakan sarana pengajaran, misalnya menyadiakan batu kapur, alat peraga, buku paket, mengisi absen siswa atau guru, dan sebagainya (Syaiful Bahri Djamarah, 2006:208-209).
b.      Pengelompokkan siswa
            Roestiyah N.K. (1989:80) membagi pengelompokan siswa dengan melihatnya dari segi waktu, kecepatan, dan sifatnya. Jelasnya sebagai berikut:
1)      Waktu           :   -  kelompok jangka pendek.
                                   -  kelompok jangka panjang (3 bulan)
2)      Kecepatan     :   -  kelompok anak cepat
                                   -  kelompok anak lembat
3)      Sifatnya         :   -  kelompok untuk mengatasi alat pelajaran.
-  kelompok atas dasar individual/inteligensi.
-  kelompok untuk memperbesar partisipasi.
-  kelompok untuk pembagian pekerjaan.
-  kelompok untuk belajar secara efisien menutu suatu tujuan
            Rumusan tentang pengelompokan siswa menurut yang dikemukakan oleh Conny Semiawan, dkk. (1985:67) berbeda dengan pendapat di atas, dia memberikan konsep pengelompokan sebagai berikut:
-  Pengelompokan menurut kesenangan berkawan
-  Pengelompokan menurut kemampuan
-  Pengelompokan menurut minat.
            Ahli lain membagi pengelompokkan siswa ini didasarkan pada satuan kelas yang dibagi atas kelompok-kelomok kecil yang kemudian bekerja sama di kelas atau di luar kelas. Pendapat ini sebagaimana dikemukakan Udin Saripudin Winataputra dan Rustana Ardiwinata yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah (2006: 211-212), sebagai berikut:
1.      Pola bekerja paralel; kelompok-kelompok yang menghadapi materi pelajaran yang sama. Semua kelompok mendiskusikan/membahas topik yang sama atau mengerjakan hal yang sama. Hasil diskusi/ pembahasan atau pekerjaan tugas kelompok dibawa ke dalam diskusi kelas (sidang pleno). Dalam diskusi kelas, hasil-hasil kerja kelompok itu dibandingkan satu dengan yang lain untuk disimpulkan bersama.
2.      Pola bekerja komplementer; masing-masing kelompok mendapat satu topik atau tugas yang berbeda dengan kelompok lain. Walaupun setiap kelompok mendapat topik/tugas yang berbeda-beda, namun masing-masing topik/tugas itu masih merupakan satu kesatuan dalam keseluruhan materi pelajaran (materi pelajaran). Melalui laporan yang diberikan oleh masing-masing kelompok, siswa dalam kelompok-kelompok lain juga memperoleh (menyimak) informasi mengenai aspek/bagian materi pelajaran yang tidak langsung mereka hadapi. Aspek-aspek atau bagian-bagian itu dihubungkan satu sama lain dalam pembahasan kelas (pleno), sehingga saling melengkapi membentuk suatu kesimpulan dari keseluruhan materi yang dipelajari.
3.      Pola campuran paralel dan komplementer; dua kelompok atau lebih mendapat topik atas tugas yang sama, sedang dua kelompok lainnya lebih mendapat topik/tugas yang berbeda. Mungkin pula bahwa untuk satu jam pelajaran semua kelompok mendapat topik atau tugas yang sama. Sedangkan untuk periode waktu berikutnya, topik atau tugas yang diberikan kepada kelompok berbeda-beda. Dalam diskusi/ pembahasan kelas (pleno) semua dikaitkan satu sama lain dan disimpulkan.
            Selain pola pengelompokan siswa sebagaimana disebutkan di atas, pengelompokan siswa dapat pula dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1.      Pembentukan kelompok diserahkan kepada siswa.
2.      Pembentukan kelompok diatur oleh guru sendiri.
3.      Pembentukan kelompok diatur guru atas usul siswa (Syaiful Bahri Djamarah (2006:212-213)

2.9 Pengelolaan Kelas yang Efektif
Tindakan-tindakan yang perlu dilakukan guru dalam menciptakan kondisi kelas adalah melakukan komunikasi dan hubungan interpersonal antara guru-siswa secara timbal balik dan efektif, selain melakukan perencanaan/persiapan mengajar.
Keberhasilan pengelolaan kelas bergantung pada motivasi guru, artinya guru yang memiliki motivasi yang tinggi akan dapat mengelola kelas dengan baik dan tepat. Mengelola kelas itu sendiri bukanlah tujuan utama dari setiap guru, akan tetapi  apabila  guru  dapat  mengelola  kelas  dengan  baik,  maka  kegiatan  belajar mengajarnya  akan  berjalan  baik  dan  siswa-siswanya  akan  berprestasi  tinggi. Mengelola kelas merupakan sarana/alat untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan belajar mengajar. Tujuan guru pada dasarnya adalah bagaimana guru dapat mentransfer materi pelajaran dengan baik, sehingga siswa dapat mengerti dan menerima materi pelajaran yang diajarkan.
Disadari atau tidak, motivasi kerja guru akan mempengaruhi perilaku guru dalam melakukan tugas pekerjaannya. Guru yang pertama-tama memikirkan mengenai penghasilan/gaji akan memandang pekerjaannya sebagai sarana untuk mendapatkan uang, dan sekolah merupakan organisasi yang menjamin kesejahteraan guru. Guru akan  cenderung  agar  sekolah  menerima  siswa  baru  dengan  memperhatikan kemampuan ekonomi siswa/orang tua siswa. Guru akan berupaya untuk memberikan pelajaran tambahan sebanyak mungkin pada siswa agar mendapatkan tambahan honor sebagaimana diharapkan. Guru juga akan mengajar di banyak sekolah agar mendapat penghasilan tambahan. Akibat perilaku guru seperti itu, guru tidak akan sempat  mempersiapkan  pelajarannya  dengan  baik  atau  memeriksa  tugas  siswa satu per satu; guru hanya akan mengajar dengan metode mengajar yang mudah dilakukan baginya tanpa memperhatikan apakah siswa-siswanya dapat mengerti materi pelajaran yang diajarkannya.
Sebaliknya  guru  yang  menaruh  perhatian  pada  perkembangan  siswa,  akan berupaya menyumbangkan segala kemampuannya untuk kepentingan siswa. Guru berupaya membantu siswa yang mempunyai kemapuan belajar yang rendah. Guru akan menggunakan berbagai metoda mengajar agar siswa dapat mengerti materi pelajaran yang diajarkannya. Guru tersebut akan mempunyai kreativitas yang tinggi; mau mengorbankan waktunya agar siswa bisa berprestasi. Guru akan merasa puas apabila siswa berhasil dengan baik.
Kedua perilaku guru yang digambarkan di atas tidak terlepas dari motivasi yang dimiliki guru. Guru yang satu mempunyai motivasi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan guru yang lain mempunyai motivasi yang tinggi, bukan untuk kepentingan diri guru itu sendiri, melainkan untuk kepentingan siswa, untuk kepentingan proses belajar mengajar yang dilakukannya agar siswa dapat menerima materi pelajaran yang diajarkannya, dapat mengembangkan potensi dirinya, dapat mempunyai wawasan yang luas dan berprestasi tinggi.
Guru yang memiliki motivasi yang tinggi dan tidak hanya untuk kepentingan dirinya, akan dapat melakukan pengelolaan kelas dengan tepat. Guru tersebut akan menaruh perhatian bagi siswa dan kelasnya. Guru akan melakukan yang terbaik bagi siswa. Dalam mentransfer materi pelajaran pada siswa, guru akan mempelajari dan mengatur kelas sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk melaksanakan proses belajar mengajar dengan baik. Guru akan mencermati kemampuan para siswa satu per satu, sehingga guru mengetahui kemampuan siswa  pada  tingkatan rendah, sedang atau tinggi. Dengan demikian guru akan menentukan siswa-siswa yang mana, yang perlu mendapat bimbingan yang banyak; guru dapat menentukan metoda mengajar atau media pembelajaran yang harus digunakan. Guru akan menentukan berapa banyak tugas yang perlu diberikan. Hubungan yang bagaimana yang perlu dilakukan guru dengan siswa, agar kesulitan belajar siswa dapat teratasi; motivasi belajar siswa terus meningkat.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja guru ada hubungan dengan efektivitas pengelolaan kelas. Makin tinggi motivasi kerja guru, makin tinggi efektivitas pengelolaan kelas yang dapat dicapai. Demikian pula motivasi kerja guru ada hubungannya dengan gaya kepemimpinan guru dalam arti guru yang memiliki motivasi  kerja  tinggi,  akan  berupaya  untuk  melakukan  berbagai  strategi  untuk keberhasilan  KBMnya  termasuk  untuk  menggunakan  gaya  kepemimpinan  yang tepat.
Gaya kepemimpinan yang perlu dimiliki guru adalah gaya kepemimpinan situasional, artinya seorang guru perlu memiliki kemampuan untuk menggunakan suatu gaya kepemimpinan sesuai dengan kebutuhan kelas dalam melaksanakan KBM.
Gaya kepemimpinan ini akan menentukan efektivitas dan efisiensi kepemimpinan seseorang. Pengelolaan kelas yang berhasil dengan baik akan ditentukan pula oleh kepemimpinan  dan  gaya  kepemimpinan  guru  yang  mengelola  kelas tersebut. Kepemimpinan dan gaya kepemimpinan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan.
Selain faktor motivasi kerja guru, faktor lain yang ada pada pribadi guru dan ikut  menentukan  efektivitas  pengelolaan  kelas  yaitu  gaya  kepemimpinan  guru. Gaya kepemimpinan adalah bagian dari kepemimpinan seorang guru yang disadari atau tidak, dimiliki oleh guru tersebut. Gaya memimpin kelas  memberikan bobot tersendiri bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, dalam mentransfer materi pelajaran pada siswa.
Kemampuan siswa akan menentukan apa yang harus dilakukan guru agar materi pelajaran yang diajarkan dapat diterima, dipahami siswa, serta tujuan pengajaran dapat dicapai. Kesiapan/kondisi  kemampuan  siswa  yang  tidak  sama  satu  dengan  yang  lain merupakan faktor yang nyata ada dalam kelas dan tidak bisa dihilangkan. Oleh karena  itu  pengelolaan  kelas  yang  harus  dilakukan  guru,  salah  satunya  untuk mengatasi hal tersebut, dan siswa tetap dapat menerima materi pelajaran serta berprestasi.


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
 Keterampilan pengelolaan kelas perlu dimiliki oleh guru, karena hal ini akan membantu dalam pencapaian tujuan pembelajaran sendiri. Pengelolaan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru yang ditujukan untuk menciptakan kondisi kelas yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran yang kondusif dan maksimal. Pengelolaan kelas ditekankan pada aspek pengaturan (management) lingkungan pembelajaran yaitu berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan barang/ fasilitas.
Peran guru sebagai pendidik dan pengajar memiliki tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa tanpa memperhatikan suka atau tidak suka siswa mengikuti pelajaran guru. Akan tetapi lebih dari itu, guru harus berusaha untuk menanamkan motivasi belajar pada siswa agar mereka memiliki semangat tinggi dalam mengikuti pelajaran.
3.2  Saran
Apa yang sudah dipaparkan adalah menurut konsep dan teori sepanjang yang kami ketahui dan sesuai dengan kebutuhan kami. Masih ada hal-hal lain yang seharusnya dimasukkan dalam makalah ini. Pelajari juga materi-materi lainnya yang berkaitan dengan materi ini agar pemahaman kita bisa lebih mantap dan bertambah lagi.

No comments:

Post a Comment