BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Masalah pokok yang sering
dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman adalah pengelolaan
kelas. Pengelolaan kelas merupakan masalah tingkah laku yang kompleks, dan guru
menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian
rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan
memungkinkan mereka dapat belajar. Dengan demikian pengelolaan kelas yang
efektif adalah syarat bagi pengajaran yang efektif. tugas utama dan paling
sulit bagi guru adalah pengelolaan kelas, lebih-lebih tidak ada satupun
pendekatan yang dikatakan paling baik.
Pengelolaan kelas adalah
keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal
dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.
Dengan kata lain, adalah kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan
kondisi yang optimal bagi terjadi proses belajar mengajar. Yang termasuk ke
dalam hal ini misalnya adalah, penghentian tingkah laku anak didik yang
menyelewengkan perhatian kelas, memberi hadiah bagi ketepatan waktu
menyelesaikan tugas oleh siswa, atau penetapan norma kelompok yang produktif.
Suatu kondisi belajar yang
optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur anak didik dan sarana
pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk
mencapai tujuan pengajaran. Juga hubungan interpersonal yang baik antara guru
dan anak didik dan anak didik dengan anak didik, merupakan syarat keberhasilan
pengelolaan kelas. pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak
bagi proses belajar mengajar yang efektif.
Setiap guru msuk ke dalam
kelas, maka pada saat itu pula ia menghadapi dua masalah pokok, yaitu masalah
pengajaran dan masalah manajemen. Masalah pengajaran adalah usaha membantu anak
didik dalam mencapai tujuan khusus pengajaran secara langsung, misalnya membuat
satuan pelajaran, penyajian informasi, mengajukan pertanyaan, evaluasi, dan
masih banyak lagi. Sedangkan masalah manajemen adalah usaha untuk menciptakan
dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar
dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Misalnya, memberi penguatan,
mengembangkan hubungan guru-anak didik, membuat aturan kelompok yang produktif.
Kadang-kadang sukar untuk dapat membedakan mana masalah pengajaran dan mana
masalah manajemen. Masalah pengajaran harus diatasi dengan cara pengajaran, dan
masalah pengelolaan harus diatasi dengan cara pengelolaan.
Untuk itu, dalam makalah ini
penulis ingin memaparkan seluk beluk pengelolaan kelas agar dapat dijadikan
panduan bagi pembaca terutama guru maupun calon guru agar dapat mengelola kelas
dengan efektif .
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak
dikaji yakni :
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengelolaan kelas!
2. Jelaskan tujuan dari pengelolaan kelas!
3. Apa saja pendekatan yang digunakan dalam
pengelolaan kelas?
4. Jelaskan prinsip-prinsip pengelolaan
kelas!
5. Jelaskan apa saja komponen-komponen
pengelolaan kelas!
6. Jelaskan beberapa masalah pengelolaan
kelas!
7. Jelaskan yang dimaksud dengan penataan
ruang kelas!
8. Jelaskan yang dimaksud dengan pengaturan
siswa!
9. Jelaskan yang dimaksud dengan pengelolaan
kelas yang efektif!
1.3
Rumusan Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan pengelolaan kelas
2. Menjelaskan tujuan dari pengelolaan kelas
3. Menjelaskan apa saja pendekatan yang
digunakan dalam pengelolaan kelas
4. Menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan kelas
5. Menjelaskan apa saja komponen-komponen pengelolaan kelas
6. Menjelaskan beberapa masalah pengelolaan kelas
7. Menjelaskan yang dimaksud dengan penataan ruang kelas
8. Menjelaskan yang dimaksud dengan pengaturan siswa
9. Menjelaskan yang dimaksud dengan pengelolaan kelas yang
efektif.
1.4
Manfaat
Sebagai referensi bagi rekan-rekan mahasiswa
khususnya, dalam mempelajari strategi belajar mengajar serta memberikan
pengetahuan dan wawasan kepada pembaca khususnya guru dan calon guru mengenai pengelolaan
kelas
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengelolaan
Kelas
Pengelolaan kelas adalah salah
satu tugas guru yang tidak akan pernah ditinggalkan. Guru selalu mengelola
kelas ketika dia melaksanakan tugasnya. Pengelolaan kelas dimaksudkan utnuk
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi anak disik sehingga tercapai
tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Ketika kelas terganggu, guru
berusaha mengembalikannya agar tidak terjadi penghalang bagi proses belajar
mengajar.
Dalam konteks yang demikian
itulah kiranya pengelolaan kelas penting untuk diketahui oleh siapapun juga
yang menerjunkan dirinya ke dalam dunia pendidikan. Pengelolaan kelas terdiri
atas dua kata yaitu pengelolaan dan kelas. Istilah lain dari pengelolaan adalah
manajemen. Manajemen atau pengelolaan dalam pengertian umum adalah
pengadministrasian, pengaturan atau penataan suatu kegiatan (Suharsimi
Arikunto, 1990:2).
Sedangkan kelas menurut Oemar
Hamalik (1987:311), adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar
bersama, yang mendapat pengajaran dari guru. Sedangkan menurut Suharsimi
Arikunto (1988:17), kelas adalah sekelompok siswa yang pada waktu yang sama
menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama. Dengan batasan pengertian
tersebut, maka ada tiga persyaratan untuk dapat terjadinya.
1. Sekelompok anak, walaupun
dalam waktu yang sama bersama-sama menerima pelajaran, tetapi jika bukan
pelajaran yang sama dari guru yang sama, namanya bukan kelas.
2. Sekelompok anak yang dalam
waktu yang sama menerima pelajaran yang sama, tetapi dari guru yang berbeda,
namanya juga bukan kelas.
3. Sekelompok anak yang sama,
menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama, tetapi jika pelajaran
tersebut diberikan secara bergantian, namanya juga bukan kelas.
Suharsimi Arikunto menegaskan,
bahwa kelas yang dimaksud di sini adalah kelas dengan sistem pengajaran
klasikal dalam pengajaran secara tradisional.
Hadari Nawawi memandang kelas
dari dua sudut:
1. Kelas dalam arti sempit
yakni, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa
berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian
tradisional ini mengandung sifat statis karena sekadar menunjuk pengelompokan
siswa menurut tingkat perkembangannya yang antara lain didasarkan pada batas
umur kronologis masing-masing.
2. Kelas dalam arti luas,
adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah,
yang sebagai satu kesatuan diorganisasikan menjadi unit kerja yang secara
dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk
mencapai suatu tujuan.
Dari uraian tersebut dapatlah
dipahami bahwa pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dengan sengaja
dilakukan guna mencapai tujuan pengajaran. Dengan kata lain, pengelolaan kelas
adalah kegiatan pengaturan kelas untuk kepentingan pengajaran. Pengertian
pengelolaan kelas ditinjau dari paham lama, yaitu mempertahankan ketertiban
kelas. Sedangkan menurut pengertian baru seperti yang dikemukakan oleh Made
Pidarta dengan mengutip pendapat Lois V. Johnson dan Mary A. Bany, bahwa
pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat
terhadap problema dan situasi kelas. Dalam hal ini guru bertugas menciptakan,
mempertahankan dan memelihara sistem/organisasi kelas. Sehingga individu siswa
dapat memanfaatkan kemampuannya, bakatnya dan energinya pada tugas-tugas
individual.
Sedangkan menurut Sudirman,
dkk (1991:310), pengelolaan kelas adalah upaya mendayagunakan potensi kelas.
Ditambahkan lagi oleh Hadari Nawawi (1989:115) mengatakan bahwa manajemen atau
pengelolaan kelas adalah kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan
potensi kelas berupa pemberian kesempatan yangs eluas-luasnya pada setiap
personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah sehingga
waktudan dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien untuk melakukan
kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan murid.
Suharsimi Arikunto (1988:67) juga berpendapat bahwa pengelolaan kelas adalah
suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau
yang membnatu dengan maksud agar dicapai kondisi optimal sehingga dapat
terlaksana kegiatan belajar seperti yang diharapkan. Suharsimi memahami
pengelolaan kelas ini dari dua segi, yaitu pengelolaan yang menyangkut siswa
dan pengelolaan fisik (ruangan, perabot, alat pelajaran). Menuturnya membuka
jendela agar udara segar dapat masuk ke ruangan atau agar ruangan menjadi
terang, menyalakan lampu listrik, menggeser papan tulis, mengatur meja,
merupakan kegiatan pengelolaan kelas fisik.
2.2 Tujuan Pengelolaan Kelas
Tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya
telah terkandung dalam tujuan pendidikan. Secara umum tujuan pengelolaan kelas
adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam
lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang
disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya suasana
sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual,
emosional dan sikap serta apresiasi pada siswa (Sudirman N, 1991:311).
Suharsimi Arikunto (1988:68) berpendapat
bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja
dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan
efisien. Menurutnya, sebagai indikator dari sebuah kelas yang tertib adalah
apabila:
- Setiap anak terus bekerja, tidak macet, artinya tidak ada anak yang terhenti karena tidak tahu ada tugas yang harus dilakukan atau tidak dapat melakukan tugas yang diberikan kepadanya.
- Setiap anak terus melakukan pekerjaan tanpa membuang waktu, artinya setiap anak akan bekerja secepatnya supaya lekas menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Apabila ada anak yang walaupun tahu dan dapat melaksanakan tugasnya, tetapi mengerjakannya kurang bergairah dan mengulur waktu bekerja, maka kelas tersebut dikatakan tidak tertib.
2.3 Berbagai Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas
Keharmonisan hubungan guru dengan anak
didik, tingginya kerja sama di antara anak didik tersimpul dalam bentuj
interaksi. Lahirnya interaksi yang optimal bergantung dari pendekatan yang guru
lakukan dalam rangka pengelolaan kelas. Berbagai pendekatan tersebut adalah
sebagai berikut:
- Pendekatan Kekuasaan
Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu
proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Peranan guru di sini adalah
menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas. Kedisiplinan
adalah kekuatan yang menuntut kepada anak didik untuk menaatinya. Di dalamnya
ada kekuasaan dalam norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui
kekuasaan dalam bentuk norma itulah guru mendekatinya.
- Pendekatan Ancaman
Dari pendekatan ancaman atau intimidasi
ini, pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah
laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku anak didik dilakukan
dengan cara memberikan ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran, dan
memaksa.
- Pendekatan Kebebasan
Pengelolaan diartikan sebagai suatu proses
untuk membantu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan
saja dan di mana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin
kebebasan anak didik.
- Pendekatan Resep
Pendekatan ini dilakukan dengan memberi
satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh
dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang terjadi di
kelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap apa yang harus dikerjakan
oleh guru. Peranan guru hanyalah mengikuti petunjuk seperti yang tertulis dalam
resep.
- Pendekatan Pengajaran
Pendekatan ini didasarkan atas suatu
anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya
masalah tingkah laku anak didik, dan memecahkan masalah itu jika tidak bisa
dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk
mencegah dan mneghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peranan
guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik.
- Pendekatan Perubahan Tingkah Laku
Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu
proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah
mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik, dan mencegah tingkah laku yang
kurang baik. Pendekatan ini bertolak dari sudut pandangan Psikologi Behavioral
yang mengemukakan asumsi sebagai berikut:
a. Semua tingkah laku yang baik dan kurang
baik merupakan hasil proses belajar.
b. Di dalam proses belajar terdapat proses
psikoloogis yang fundamental berupa penguatan positif, hukuman, penghapusan dan
penguatan negatif. Asumsi ini mengharuskan seseorang wali/guru kelas melakukan
usaha-usaha mengulang-ulangi program atau kegiatan yang dinilai baik bagi
terbentuknya tingkah laku tertentu, terutama di kalangan siswa.
- Pendekatan Suasana Emosi dan Hubungan Sosial
Pendekatan pengelolaan kelas berdasarkan
suasana perasaan dan suasana sosial di dalam kelas sebagai sekelompok individu
cenderung pada pandangan psikologi klinis dan konseling. Menurut pendekatan
ini, pengelolaan kelas merupakan suatu proses menciptakan iklim atau suasana
emosional dan hubungan sosial yang positif dalam kelas. Peranan guru adalah
menciptakan hubungan pribadi yang sehat. Untuk itu terdapat dua asumsi pokok
yang dipergunakan dalam pengelolaan kelas sebagai berikut:
a. Iklim sosial dan emosional yang baik
adalah terdapat hubungan interpersonal yang harmonis antara guru dengan guru,
guru dnegan siswa, dan siswa dengan siswa, merupakan kondisi yang memungkinkan
berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif.
b. Iklim sosial yang emosional yang baik
tergantung pada guru dalam usahanya melaksanakan kegiatan belajar mengajar,
yang didasari dengan hubungan manusiawi yang efektif.
- Pendekatan Proses Kelompok
Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu
proses untuk menciptakan kelas sebagai suatu sistem sosial, di mana proses
kelompok merupakan yang paling utama. Peranan guru adalah mengusahakan agar
perkembangan dan pelaksanaan proses kelompok itu efektif. Proses kelompok
adalah usaha guru mengelompokkan anak didik dalam beberapa kelompok dengan
berbagai pertimbangan individual sehingga tercipta kelas yang bergairah dalam
belajar. Dasar dari pendekatan ini adalah psikologi sosial dan dinamis kelompok
yang mengetengahkan dua asumsi sebagai berikut:
a. Pengalaman belajar di sekolah bagi siswa
berlangsung dalam konteks kelompok sosial. Asumsi ini mengharuskan guru/wali
kelas selalu mengutamakan kegiatan yang dapat mengikutsertakan seluruh personal
di kelas.
b. Tugas guru terutama adalah memelihara
kelompok belajar agar menjadi kelompok yang efektif dan produktif. Berdasarkan
asumsi ini berarti seorang guru/wali kelas harus mampu membentuk dan
mengaktifkan siswa bekerja sama dalam kelompok. Hal tersebut harus dilaksanakan
secara efektif agar hasilnya lebih baik daripada siswa belajar sehari-hari.
Kegiatan guru sebagai kelompok antara lain berupa regu mengajar yang bertugas
membantu kelompok belajar.
- Pendekatan Elektis atau Pluralistik
Pendekatan ini menekankan pada
potensialitas, kreativitas, dan inisiatif guru/wali kelas dalam memilih
berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya. Penggunaan
pendekatan ini dalam suatu situasi mungkin dipergunakan dalah satu dan dalam
situasi lain mungkin harus mengkombinasikan dan atau ketiga pendekatan
tersebut. guru memilih dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut
sesuai dengan kemampuan dan selama maksud dan penggunaannya untuk pengelolaan
kelas di sini adalah suatu rumpun kegiatan guru untuk menciptakan dan
mempertahankan kondisi kelas yang memberi kemungkinan proses belajar mengajar
berjalan secara efektif dan efisien.
2.4 Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas
Secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi pengelolaan kelas dibagi menjadi dua golongan yaitu, faktor intern
siswa dan faktor eksern siswa. Faktor intern siswa berhubungan dnegan masalah
emosi, pikiran, dan prilaku. Kepribadian siswa dengan ciri khasnya
masing-masing menyebabkan siswa berbeda dari siswa lainnya secara individual.
Perbedaans ecara individual ini dilihat dari segi aspek, yaitu perbedaan
biologis, intelektual, dan psikologis. Sedangkan faktor ekstern siswa terkait
dengan masalah suasana lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokan
siswa, jumlah siswa di kelas, dan sebagainya.
Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam
pengelolaan kelas, dapat digunakan prinsip-prinsip pengelolaan kelas yaitu:
- Hangat dan Antusias
Guru yang hangat dan akrab dengan anak
didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktivitasnya akan berhasil mengimplementasikan pengelolaan
kelas.
- Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja
atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk
belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
Selain itu, akan dapat menarik perhatian anak didik dan dapat mengendalikan
gairah belajar siswa.
- Bervariasi
Penggunaan alat atau media, atau alat
bantu, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan anak didik akan
mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian anak didik. Variasi
penggunaan yang disebutkan tersebut merupakan kunci untuk tercapainya
pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.
- Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah
strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak didik
serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif. Keluwesan dalam
pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan anak didik,
tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas, dan sebagainya.
- Penekanan pada Hal-hal yang Positif
Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik,
guru harus menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan
perhatian anak didik pada hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal yang
positif, yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku anak didik
yang positif daripada mengomeli tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut
dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif, dan kesadaran guru
untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar
mengajar.
- Penanaman Disiplin Diri
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah
agar anak didik dapat mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu, guru
sebaiknya selalu mendorong anak didik untuk melaksanakan disiplin diri sendiri
dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan mengenai pengendalian diri dan
pelaksanaan tanggung jawab.
2.5 Komponen-komponen Keterampilan Pengelolaan
Kelas
- Keterampilan yang Berhubungan dengan Penciptaan dan Pemeliharaan Kondisi Belajar yang Optimal (Bersifat Preventif)
Keterampilan ini berhubungan dengan kompetensi
guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran serta
aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan keterampilan sebagai berikut:
a. Sikap Tanggap
Ditunjukkan oleh tingkah laku guru bahwa
ia hadir bersama mereka. Guru tahu kegiatan mereka, tahu ada perhatian atau
tidak, tahu apa yang mereka kerjakan. Sikap ini dapat dilakukan dengan cara:
1. Memandang secara saksama
Ini dapat emngundang dan melibatkan anak
didik kontak pandang dalam pendekatan guru untuk bercakap-cakap, bekerja sama,
dan menunjukkan rasa persahabatan.
2. Gerak mendekati
Gerak guru dalam mendekati kelompok kecil
atau indibidu menandakan kesiagaan, minat dan perhatian guru yang diberikan
terhadap tugas serta aktivitas anak didik. Gerak mendekati hendaknya dilakukan
secara wajar, bukan untuk menakut-nakuti, mengancam atau memberi kritikan dan
hukuman.
3. Memberi pernyataan
Pernyataan guru terhadap sesuatu yang
dikemukakan oleh anak didik sangat diperlukan, baik berupa tanggapan, komentar,
ataupun yang lain. Akan tetapim haruslah dihindari hal-hal yang menunjukkan
dominasi guru, misalnya dengan komentar atau pernyataan yang mengandung
ancaman.
4. Memberi reaksi terhadap gangguan dan
ketakacuhan
Kelas tidak selamanya tenang. pasti ada
gangguan. teguran perlu dilakukan oleh guru untuk emngembalikan keadaan kelas.
Teguran guru merupakan tanda bahwa guru ada bersama anak didik. Teguran
haruslah diberikan pada saar yang tepat dan sasaran yang tepat pula, sehingga
dapat mencegah meluasnya penyimpangan tingkah laku.
b. Membagi Perhatian
Pengelolaan kelas yang efektif terjadi
jika guru mampu membagi perhatiannya kepada beberapa kegiatan yang berlangsung
dalam waktu yang sama. Membagi perhatian dapat dilakukan dengan cara:
1. Visual
guru dapat mengubah pandangannya dalam
memperhatikan kegiatan pertama sedemikian rupa sehingga ia dapat melirik ke
kegiatan kedua, tanpa kehilangan perhatian pada kegiatan pertama.
2. Verbal
Guru dapat memberi komentar, penjelasan,
pertanyaan, dan sebagainya terhadap aktivitas anak didik pertama sementara ia
memimpin dan terlibat supervisi pada aktivitas anak didik yang lain.
c. Pemusatan Perhatian Kelompok
- Memberi Tanda
Dalam memulai proses belajar mengajar guru
memusatkan pada perhatian kelompok terhadap suatu tugas dengan memberi beberapa
tanda, misalnya menciptakan atau membuat situasi tenang sebelum memperkenalkan
objek, pertanyaan, atau topik, dengan memilih anak didik secara random untuk
meresponnya.
- Pertanggunganjawaban
Guru meminta pertanggungjawaban anak didik
atas kegiatan dan keterlibatannya dalam suatu kegiatan. Misalnya dengan meminta
kepada anak didik untuk memperagakan, melaporkan hasil dan memberi tanggapan.
- Pengarahan dan Petunjuk yang Jelas
Guru harus seringkali memberikan
pengarahan dan petunjuk yang jelas dan singkat dalam memberikan pelajaran
kepada anak didik, sehingga tidak terjadi kebingungan pada diri anak didik.
- Penghentian
Tidak semua gangguan tingkah laku dapat
dicegah atau berhasil dihindari. Yang diperlukan di sini adalah guru dapat
menanggulangi terhadap anak didik yang nyata-nyata telah melanggar dan
mengganggu untuk aktif dalam kegiatan di kelas. Guru bisa memberikan teguran
secara verbal. teguran yang dilakukan guru adalah salah satu cara untuk
menghentikan gangguan anak didik. Teguran verbal dibenarkan dalam pendidikan.
teguran verbal yang efektif adalah memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Tegas dan jelas tertuju pada anak didik
yang mengganggu serta kepada tingkah lakunya yang menyimpang.
b. Menghindari peringatan yang kasar dan
menyakitkan atau yang mengandung penghinaan.
c. Menghindari ocehan atau ejekan,
lebih-lebih yang berkepanjangan.
- Penguatan
Penggunaan penguatan untuk mengubah
tingkah laku merupakan strategi remedial untuk mengatasi anak didik yang terus
mengganggu atau yang tidak melakukan tugas. Pemberian penguatan yang sederhana
antara lain:
a. Dengan menggunakan penguatan positif bila
anak didik telah menghentikan gangguan atau kembali kepada tugas yang diminta.
b. Dengan menggunakan penguatan positif
terhadap anak didik yang lain yang tidak mengganggu dan dipakai sebagai model
tingkah laku yang baik bagi anak didik yang suka mengganggu.
- Kelancaran
Kelancaran atau kemajuan anak didik dalam
belajar sebagai indikator bahwa anak didik dapat memusatkan perhatiannya pada
pelajaran yang diberikan di kelas. Ada sejumlah kesalahan yang harus guru
hindari, yaitu:
a. Campur tangan yang berlebihan
Apabila guru menyela kegiatan yang sedang
asyik berlangsung dengan komentar, pertanyaan, atau petunjuk yang mendadak,
kegiatan itu akan terganggu atau terputus. Ini memberi kesan kepada anak didik
bahwa guru tidak memperhatikan keterlibatan dan kebutuhan anak didik. Ia hanya
ingin memuaskan kehendak sendiri.
b. Kelenyapan
Hal ini terjadi jika guru gagal secara
tepat melengkapi suatu instruksi, penjelasan, petunjuk, atau komentar, dan
kemudian menghentikan penjelasan atau sajian tanpa alasan yang jelas.Juga dapat
terjadi dalam bentuk diam terlalu lama, kehilangan akal, atau melupakan
langkah-langkah dalam pengajaran. Akhirnya, adalah membiarkan pikiran anak
didik mengawang-awang, melantur, dan mengganggu keefektifan serta kelancaran
pelajaran.
c. Penyimpangan
Karena guru terlalu asyik dalam kegiatan
menyampaikan bahan pelajaran, menyebabkan pada waktu tertentu penjelasannya
atau pembicaraannya menyimpang dari pokok persoalan pelajaran yang sedang
dibicarakan. Ini dapat mengganggu kelancaran kegiatan belajar anak didik.
d. Ketidaktepatan berhenti dan memulai
kegiatan
Ini terjadi jika guru memulai aktivitas
tanpa mengakhiri aktivitas sebelumnya, menghentikan kegiatan pertama, memulai
kegiatan kedua, kemudian kembali kepada kegiatan pertama lagi. Dengan demikian
guru tidak dapat mengendalikan situasi kelas dan akhirnya mengganggu kelancaran
kegiatan belajar anak didik.
- Kecepatan (Pacing)
Diartikan sebagai tingkat kemajuan yang
dicapai anak didik dalam suatu pelajaran. Yang perlu dihindari oelh guru adalah
kesalahan menahan kecepatan yang tidak perlu, atau menahan penyajian bahan
pelajaran yang sedang berjalan, atau kemajuan tugas. Ada dua kesalahan
kecepatan yang harus dihindari bila kecepatan yang tepat ingin dipertahankan,
yaitu:
a. Bertele-tele
Kesalahan ini terjadi jika pembicaraan
guru bersifat mengulang-ulang hal-hal tertentu, memperpanjang keterangan atau
penjelasan, mengubah teguran yang sederhana menjadi ocehan atau kupasan yang
panjang.
b. Mengulangi penjelasan yang tidak perlu
Kesalahan ini mmuncul jika guru memberi
petunjuk pengajaran atau penjelasan kepada kelompok kecil anak didik atau
secara individual, yang sebenarnya sudah diberikan dalam kelas atau kelompok
besar secara bersama.
- Keterampilan yang Berhubungan dengan Pengembangan Kondisi Belajar yang Optimal
Keterampilan ini berkaitan dengan
tanggapan guru terhadap gangguan anak didik yang berkelanjutan dengan maksud
agar guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk mengembalikan kondisi
belajar yang optimal.
Bukanlah kesalahan profesional guru
apabila ia tidak dapat menangani setiap masalah anak didik dalam kelas. Namun
pada tingkat tertentu guru dapat menggunakan seperangkat strategi untuk
tindakan perbaikan terhadap tingkah laku anak didik yang terus menerus
menimbulkan gangguan dan yang tidak mau terlibat dalam tugas di kelas. Strategi
tersebut adalah:
a. Modifikasi Tingkah Laku
Guru menganalisis tingkah laku anak didik
yang mengalami masalah atau kesulitan dan berusaha memodifikasi tingkah laku
tersebut dengan mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis.
b. Pendekatan Pemecahan Masalah Kelompok
Guru dapat mneggunakan pendekatan
pemecahan masalah kelompok dengan cara:
-
Memperlancar
tugas-tugas: mengusahakan terjadinya kerja sama yang baik dalam pelaksanaan
tugas.
-
Memelihara kegiatan-kegiatan kelompok:
memelihara dan memulihkan semangat anak didik dan menangani konflik yang
timbul.
c. Menemukan dan Memecahkan Tingkah Laku yang
Menimbulkan Masalah
Guru dapat menggunakan seperangkat cara
untuk mengendalikan tingkah laku keliru yang muncul, dan ia mengetahui
sebab-sebab dasar yang mengakibatkan ketidakpatuhan tingkah laku tersebut serta
berusaha untuk menemukan pemecahannya.
2.6 Beberapa Masalah Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas bukanlah hal yang mudah
dan ringan. Gagalnya seorang guru mencapai tujuan pengajaran seiring dengan
ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikatir dari kegagalan itu adalah
prestasi belajar siswa rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran
yang ditentukan. Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang
sangat penting dikuasai oleh guru dalam rangka keberhasilan proses belajar
mengajar.
Keinginan agar tugas mengelola kelas bukan
menjadi beban yang berat adalah suatu harapan yang tidak akan menjadi
kenyataan. Apalagi jika kelas yang akan dikelola itu dengan jumlah siswa yang
besar. Di dalamnya terkumpul berbagai karakteristik siswa yang bervariasi.
Suatu kevariasian yang melahirkan prilaku yang bermacam-macam pula masalah yang
akan ditimbulkannya.
Keragaman masalah prilaku siswa itu
menimbulkan beberapa masalah pengelolaan kelas. Mneurut Made Pidarta,
masalah-masalah pengelolaan kelas yang berhubungan dengan prilaku siswa adalah:
- Kurang kesatuan, dengan adanya kelompok-kelompok, klik-klik, dan pertentangan jenis kelamin.
- Tidak ada standar prilaku dalam bekerja kelompok, misalnya ribut, bercakap-cakap, pergi ke sana ke mari, dan sebagainya.
- Reaksi negatif terhadap anggota kelompok, misalnya ribut, bermusuhan, mengucilkan, merendahkan kelompok bodoh, dan sebagainya.
- Kelas mentoleransi kekeliruan-kekeliruan temannya ialah menerima dan mendorong prilaku siswa yang keliru.
- Mudah mereaksi negatif/terganggu, misalnya bila didatangi monitor, tamu-tamu, iklim yang berubah, dan sebagainya.
- Moral rendah, permusuhan, agresif, misalnya dalam lembaga dengan alat-alat belajar kurang, kekurangan uang, dan sebagainya.
- Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah, seperti tugas-tugas tambahan, anggota kelas yang baru, situasi baru, dan sebagainya.
Menurut Made Pidarta, faktor-faktor
penyebab variasi prilaku tersebut adalah:
- Karena pengelompokan (pandai, sedang, bodoh). Kelompok bodoh akan menjadi sumber negatif, penolakan atau apatis.
- Dari karakteristik individual, seperti kemampuan kurang, membuat tidak puas, atau dari latar belakang ekonomi rendah yang menghalangi kemampuannya.
- Kelompok pandai akan merasa terhalang oleh teman-temannya yang tidak mampu seperti dia. Kelompok ini ering menolak standar yang diberikan oleh guru. Sering juga kelompok ini membentuk norma sendiri, yang seringkali tidak sesuai dengan harapan sekolah.
- Dalam latihan diharapkan semua siswa tenang dan bekerja sepanjang jam pelajaran, kalau ada interupsi atau interaksi mungkin mereka merasa tegang atau cemas. Guru harus berusaha mengadakan situasi agar mereka bisa mengadakan interaksi.
- Dari organisasi kurikulum tentang team teaching, misalnya anak didik pergi dari satu guru ke guru yang lain dan dari satu kelompok ke kelompok yang lain. Tenaga mereka banyak dipakai di jalanan dan harus menyesuaikan diri berkali-kali, tidak ada kestabilan. Penyesuaian terhadap guru dan metode-metodenya. Pengembangan diri yang sesungguhnya bersumber dari hubungan sosial menjadi terlambat.
Doyle (1986) memandang variabel masalah
pengelolaan kelas dari sudut lain, yaitu:
- Berdimensi Banyak
Di kelas guru dituntut untuk emlaksanakan
berbagai tugas yang meliputi ugas-tugas akademik serta tugas penunjangnya,
yaitu tugas-tugas administratif.
-
Tugas
edukatif, yaitu menyusun persiapan mengajar lengkap dengan alat serta sumber,
menyampaikan pelajaran dan mengevaluasi.
-
Tugas
administratif, yaitu meliputi pekerjaan mengabsen, mencatat data siswa,
menyusun jadwal, mencatat hasil-hasil pengajaran, dan lain sebagainya.
- Serentak
Pekerjaan yang satu harus dikerjakan,
sedangkan pekerjaan yang lain tidak dapat ditunda. Keduanya harus dikerjakan
dalam waktu yang hampir bersamaan, dikerjakan secara serentak. Misalnya, selama
dilaksanakan diskusi, guru tidak hanya harus mendengarkan dan membantu
mengarahkan pikiran siswa, tetapi juga harus memantau siswa-siswa yang kurang
aktif dan efektif melibatkan diri dalam kegiatan, dan mencari strategi agar
diskusi dapat berjalan dengan baik.
- Segera
Proses pengajaran yang terjadi di kelas
cukup cepat. Selama satu hari belajar kepada siswa disajikan beberapa mata
pelajaran. Waktu yang dijadwalkan untuk setiap mata pelajaran juga tak banyak.
Dengan waktu yang dijadwalkan tersebut, guru harus membaginya sedemikian rupa
hingga cukup efektif menghasilkan sesuatu yang dikuasai siswa. Interaksi antara
guru dengan siswa terjadi timbal balik begitu cepat, sehingga menuntut guru
agar dapat segera bertindak meallui proses berpikir, menerima rangsangan dari
luar, berpikir, memutuskan dan melaksanakan tindakan. Untuk sesegera mungkin
mnegantisipasi permasalahan di atas itulah terkadang menjadi masalah bagi guru.
- Iklim Kelas yang Tidak Dapat Diramalkan Terlebih Dahulu
Iklim yang terjadi di kelas bukan
semata-mata merupakan hasil upaya guru. Banyak faktor telah mempengaruhi
terjadinya iklim di kelas, dan beberapa di antaranya datang dengan tiba-tiba.
Misalnya, ketika semua siswa sedang asyik menerima mata pelajaran dari guru,
dengan tiba-tiba seekor cecak jatuh tepat di tubuh salah seorang siswi. Karena
jatuhnya cecak tersebut tepat di punggungnya, secara refleks siswi tersebut
terkejut dan langsung berteriak.Akibatnya suasana kelas menjadi gaduh. Kelas
yang tadinya tenang menjadi tidak menentu. Siswa pun tidak tenang menerima
pelajaran dari guru.
- Sejarah
Doyle mengatakan bahwa peristiwa yang
terjadi di kelas mempunyai dampak yang dirasakan dalam waktu yang jauh
sesudahnya. Peristiwa yang terjadi pada waktu awal-awal sekolah akan banyak
berpengaruh pada pengelolaan kelas pada tingkat-tingkat berikutnya. Menurut
pengamatan, ada kelas yang begitu mudah dikelola, dan ada yang sangat sulit.
Ternyata, kelas yang mudah dikelola merupakan kelanjutan dari kelas yang pada
waktu di kelas awal ditangani dengan baik. Dalam hal penguasaan mata pelajaran
tertentu juga dipengaruhi oleh penguasaan materi mata pelajaran tersebut selain
baiknya pengelolaan kelas pada sekolah awal.
Berbagai masalah tersebut adalah masalah
yang berkepanjangan bagi guru. Belum lagi masalah besar kecilnya jumlah kelas.
Masalah ini juga tidakpernah luput dari agenda kegiatan guru. Masalah ini
bermuara pada dua kutub yang berbeda. Ada guru yang senang mengajar dengan
jumlah siswa yang banyak, dan ada pula yang bergairah mengajar dengan jumlah
siswa yang sedikit. Tapi pada umumnya banyak guru yang mempermasalahkan jumlah
siswa yang banyak di kelas. Jumlah siswa yang terlalu besar sukar dikelola, dan
lebih mudah terjadi konflik si antara mereka. Mereka percaya bahwa perbaikan
mutu pelajaran langsung dapat dicapai dengan mengurangi besarnya kelas (jumlah
siswa).
Tetapi, di pihak lain, para penyelenggara dan pengelola keuangan,
menyadari tingginya biaya pendidikan dan latihan, cenderung disebabkan oleh
jumlah kelas dan siswa yang sedikit. Mereka berpendapat bahwa baik biaya maupun
mendesaknya kebutuhan sumber pendapatan dapat diatasi dengan menambah jumlah siswa,
walaupun siswa harus berdesakan dalam ruangan kelas yang sempit. Manun
demikkian, keluhan guru dan keinginan administrator dipertemukan dengan kata
menyelaraskan kedua pendapat yang berbeda itu.
Tidak ada ukuran kelas optimal yang cocok
untuk smeua situasi. Ukuran kelas optimal harus dihubungkan dengan sifat tujuan
belajar yang akan dicapai. Data penelitian menunjukkan tiga ketentuan umum yang
dapat dibuat, yaitu:
- Bila tujuan kognitif tingkat rendah dan tujuan afektif akan dicapai, kelas besar tidaklah lebih buruk daripada kelas kecil.
- Bila tujuan kognitif tingkat tinggi dan tujuan afektif ingin dicapai, kelas-kelas kecil beranggotakan 5 atau 7 mahasiswa (siswa) adalah ukuran optimal.
- Bila yang ingin dicapai adalah tujuan kognitif tingkat tertinggi (evaluasi), dan tujuan afektif (karakterisasi), maka tutorial satu lawan satu bahkan lebih baik daripada kelas kecil.
Namun begitu, perlu diingat
bahwa kelas besar mempunyai dua efek sampingan, yaitu:
- Kelas-kelas besar memberi bahan mengajar yang lebih berat bagi para guru, karena lebih banyak persiapan yang dibutuhkan.
- Kelas-kelas besar lebih membatasi kebebasan guru dalam memvariasikan metode penyajiannya.
Selain masalah besar-kecilnya
jumlah siswa di kelas, masalah disiplin adalah masalah lain yang juga menjadi
beban bagi guru. Bentuk-bentuk pelanggaran disiplin kelas yang siswa lakukan
meliputi masalah individual dan masalah kelompok.
Bentuk-bentuk pelanggaran
disiplin yang bersifat individual adalah:
1. Tingkah Laku untuk Menarik Perhatian Orang
Lain
Siswa yang mempunyai perasaan
ingin diperhatikan, berusaha mencari kesempatan pada waktu yang tepat untuk
melakukan perbuatan yang dikiranya dapat menarik perhatian orang lain. Apabila
prilaku tersebut tidak dapat menarik perhatian orang lain, maka ia mencari cara
lain yang lebih brutal.
2. Tingkah Laku untuk Menguasai Orang Lain
Tingkah laku yang ditunjukkan
oleh siswa untuk menguasai orang lain ada yang bersifat aktif dan ada pula yang
bersifat pasif. Prilaku yang bersifat aktif misalnya, selalu berdebat atau kehilangan
kendali emosional. Sedangkan prilaku yang bersifat pasif misalnya selalu lupa
pada peraturan-peraturan kelas yang sudah disepakati sebelumnya.
3. Perilaku untuk Membalas Dendam
Siswa yang berprilaku seperti
ini biasanya yang merasa lebih kuat, dan yang menjadi sasarannya biasanya orang
yang lebih lemah. Tingkah laku seperti ini misalnya mengatai, mengancam,
mencubit, memukul, menendang, dan sebagainya.
4. Peragaan Ketidakmampuan
Siswa yang termasuk kategori
ini biasanya sangat apatis (masa bodoh) terhadap pekerjaan apapun, misalnya
menolak mentah-mentah untuk melakukan suatu pekerjaan, karena ia yakin akan
menemui kegagalan. Kalaupun mau melakukannya, tidak dengan sepenuh hati. Bahkan
ada kecendrungan menyontek pekerjaan teman yang ada di sampingnya.
Sedangkan
bentuk-bentuk pelanggaran disiplin yang bersifat kelompok adalah:
1. Kelas Kurang Kohesif (Akrab)
Hubungan antarsiswa kurang
harmonis sehingga muncul beberapa kelompok yang tidak bersahabat. Terjadi
kekurangkohesifan kelas biasanya disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin, suku,
tingkat sosial ekonomi atau kekeliruan guru dalam pembagian kelompok yang
monoton, tidak berubah-ubah dalam setiap kegiatan.
2. Kesebalan terhadap Norma-norma yang Telah
Disepakati Sebelumnya
Tingkah
laku yang secara sengaja dilakukan oleh siswa untuk melanggar norma-norma yang
disepakati sebelumnya, apabila berhasil, maka siswa yang melakukannya akan
merasa senang, tidak peduli orang lain merasa terganggu karena perbuatannya
itu. Perilaku ini misalnya berbicara keras-keras di dalam ruangan kelas atau
merokok pada saat orang lain sedang membaca.
3. Kelas Mereaksi Negatif terhadap Salah
Seorang Anggota
Kelas
memperolok-olokkan temannya, sehingga kelas menjadi gaduh tidak karuan. Siswa
yang diperolok-olokkan biasanya siswa yang terlambat datang, yang disuruh
tampil ke depan, yang mengajukan pertanyaan, yang mempunyai kelainan dalam
prilakunya, dan sebagainya.
4. Menyokong Anggota Kelas yang Justru
Melanggar Norma Kelompok
Kelas
mendukung salah seorang anggota kelas yang membadut, seolah-olah dia dianggap
sebagai pahlawan untuk mendobrak suatu norma atau tata aturan.
5. Semangat Kerja Rendah atau Semacam Aksi
Protes
Ini
dilakukan terhadap guru jika tugas yang diberikan kurang wajar. Siswa cenderung
menunjukkan prilaku yang masa bodoh. Mereka tidak merasa takut lagi terhadap
ancaman hukuman yang akan diberikan oleh guru.
6. Kelas Kurang Mampu Menyesuaikan Diri
dengan Situasi yang Baru
jika
siswa sudah terbiasa belajar dalam kondisi tertentu, maka apabila situasi
tersebut diubah, siswa sulit menyesuaikan diri. Akibatnya motivasi dan
kegairahan belajar berkurang, bahkan cenderung untuk menolak sama sekali.
Misalnya, perubahan jadwal pelajaran, perubahan ruangan, perubahan guru,
perubahan waktu.
2.7 Penataan Ruang Kelas
Pembelajaran yang efektif dapat
bermula dari iklim kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang
menggairahkan, untuk itu perlu diperhatikan pengaturan/ penataan ruang kelas
dan isinya, selama proses pembelajaran. Lingkungan kelas perlu ditata dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya
interaksi yang aktif antara siswa dengan guru, dan antar siswa. Ada beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas
menurut Loisell (Winataputra, 2003:922) yaitu:
1. Visibility ( Keleluasaan Pandangan)
1. Visibility ( Keleluasaan Pandangan)
Visibility artinya penempatan dan penataan
barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa
secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang
berlangsung. Begitu pula guru harus dapat memandang semua siswa kegiatan
pembelajaran.
2. Accesibility
(mudah dicapai)
Penataan ruang harus dapat memudahkan
siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses
pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui
oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu
siswa lain yang sedang bekerja.
3. Fleksibilitas
(Keluwesan)
Barang-barang di dalam kelas hendaknya
mudah ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran.
Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran
menggunakan metode diskusi, dan kerja kelompok.
4. Kenyamanan
Kenyamanan
disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.
5. Keindahan
Prinsip
keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan
dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan
dapat berengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan.
Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk bekelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu dan memantau tingkah laku siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang kelas, hal-hal berikut perlu diperhatikan yaitu:
Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk bekelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu dan memantau tingkah laku siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang kelas, hal-hal berikut perlu diperhatikan yaitu:
- Ukuran
dan bentuk kelas
- Bentuk
serta ukuran bangku dan meja siswa
- Jumlah
siswa dalam kelas
- Jumlah
siswa dalam setiap kelompok
- Jumlah
kelompok dalam kelas
- Komposisi siwa dalam kelompok (pandai dengan
kurang pandai, pria dan wanita).
Dalam penataan ruang kelas ini uraian akan
diarahkan pada pembahasan masalah pengaturan tempat duduk, pengaturan alat-alat
pengajaran, penataan keindahan dan kebersihan kelas, dan ventilasi serta tata
cahaya.
1. Pengaturan Tempat Duduk
Tempat
duduk mempengaruhi siswa dalam belajar. Bila tempat duduknya bagus, tidak
terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang, sesuai
dengan keadaan tubuh siswa, maka siswa akan dapat belajar dengan tenang.
Sudirman
N (1991:318) mengemukakan beberapa contoh formasi tenpat duduk, yaitu posisi
berhadapan, posisi setengah lingkaran, dan posisi berbaris ke belakang.
2. Pengaturan Alat-alat Pengajaran
Di
antara alat-alat pengajaran di kelas yang harus diatur adalah sebagai berikut:
a. Perpustakaan Kelas
-
Sekolah
yang maju ada perpustakaan di setiap kelas.
-
Pengaturannya
bersama-sama siswa.
b. Alat-alat Peraga Media Pengajaran
-
Alat
peraga atau media pengajaran semestinya diletakkan di kelas agar memudahkan
dalam penggunaannya.
-
Pengaturannya
bersama-sama siswa.
c. Papan Tulis, Kapur Tulis, dan Lain-lain
-
Ukurannya
disesuaikan
-
Warnanya
harus kontras
-
Penempatannya
memperhatikan estetika dan terjangkau oleh semua siswa.
d. Papan Presensi Siswa
-
Ditempatkan
di bagian depan sehingga dapat dilihat oleh semua siswa
-
Difungsikan
sebagaimana mestinya.
3. Penataan Keindahan dan Kebersihan Kelas
a. Hiasan dinding (pajangan kelas) hendaknya
dimanfaatkan untuk kepentingan pengajaran, misalnya: burung Garuda, teks
Proklamasi, slogan pendidikan, para pahlawan, Peta/globe.
b.
Penempatan
lemari: Untuk buku di depan, untuk alat-alat peraga di belakang.
c.
Pemelliharaan
kebersihan: Siswa bergiliran membersihkan kelas, guru memeriksa kebersihan dan
ketertiban di kelas.
4. Ventilasi dan Ttata Cahaya
- Ada ventilasi yang sesuai dengan ruangan
kelas
- Sebaiknya tidak merokok
- Pengaturan cahaya perlu diperhatikan
- Cahaya yang masuk harus cukup
- Masuknya dari arah kiri, jangan
berlawanan dengan bagian depan.
Untuk
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi siswa dalam belajar, hal-hal
berikut kiranya dapat dijadikan pegangan, yaitu:
- Mengatur tempat duduk siswa harus mencerminkan belajar efektif. Bangku disediakan yang memungkinkan dipindah-pindah atau diubah tempatnya.
- Ruangan kelas yang bersih dan segar akan menjadikan siswa bergairah belajar.
- Memelihara kebersihan dan kenyamanan suatu kelas/ruang belajar, sama artinya dengan mempermudah siswa menerima pelajaran.
2.8 Pengaturan Siswa
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono
(1991:1018) melihat siswa sebagai individu dengan segala perbedaan dan
persamaannya. Pada intinya
berisikan aspek biologis, intelektual, dan psikologis. Persamaan dan perbedaan
yang dimaksud Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono adalah:
- Persamaan dan perbedaan dalam kecerdasan (inteligensi).
- Persamaan dan perbedaan dalam kecakapan.
- Persamaan dan perbedaan dalam hasil belajar.
- Persamaan dan perbedaan dalam bakat.
- Persamaan dan perbedaan dalam sikap.
- Persamaan dan perbedaan dalam kebiasaan.
- Persamaan dan perbedaan dalam pengetahuan/pengalaman.
- Persamaan dan perbedaan dalam ciri-ciri jasmaniah.
- Persamaan dan perbedaan dalam minat.
- Persamaan dan perbedaan dalam cita-cita.
- Persamaan dan perbedaan dalam kebutuhan.
- Persamaan dan perbedaan dalam kepribadian.
- Persamaan dan perbedaan dalam pola-pola dan tempo perkembangan.
- Persamaan dan perbedaan dalam latar belakang lingkungan.
Berbagai persamaan dan
perbedaan kepribadian siswa di atas, berguna dalam membantu usaha pengaturan
siswa di kelas. Terutama berhubungan dengan masalah bagaimana pola
pengelompokkan siswa guna menciptakan lingkungan belajar yang aktif dan
kreatif, sehingga kegiatan belajar yang penuh kesenangan dan bergairah dapat
bertahan dalam waktu yang relatif lama.
Kegiatan belajar mengajar
dengan pendekatan kelompok menghendaki peninjauan pada aspek individual siswa.
Penempata siswa memerlukan pertimbangan pada aspek postur tubuh siswa, di mana
menempatkan siswa yang mempunyai tubuh tinggi atau rendah, di mana menempatkan
siswa yang memiliki kelainan penglihatan atau pendengaran, jenis kelamin perlu
juga dijadikan pertimbangan dalam pengelompokkan siswa. Siswa yang cerdas, yang
bodoh, yang pendiam, yang lincah, dan suka berbicara, suka membuat keributan,
yang suka mengganggu temannya, dan sebagainya. Sebaiknya dipisah agar kelompok
tidak didominasi oleh satu kelompok tertentu, agar persaingan dalam belajar
berjalan seimbang (Syaiful Bahri Djamarah, 2006:208).
a. Pembentukan organisasi
Untuk melatih siswa dalam berorganisasi
dan dalam rangka menciptakan ketertiban kelas, kiranya perlu dibentuk
organisasi siswa di kelas. Pembentukan organisasi kelas merupakan langkah awal
untuk melatih dan membina siswa dalam hal berorganisasi. Mereka dilatih untuk
belajar bertanggung jawab atas tugas yang dipecayakan. Organisasi siwa dapat
membantu guru dalam menyediakan sarana pengajaran, misalnya menyadiakan batu
kapur, alat peraga, buku paket, mengisi absen siswa atau guru, dan sebagainya
(Syaiful Bahri Djamarah, 2006:208-209).
b. Pengelompokkan
siswa
Roestiyah N.K. (1989:80) membagi
pengelompokan siswa dengan melihatnya dari segi waktu, kecepatan, dan sifatnya.
Jelasnya sebagai berikut:
1) Waktu
: - kelompok jangka pendek.
- kelompok jangka panjang (3 bulan)
2)
Kecepatan : - kelompok anak cepat
- kelompok anak lembat
3)
Sifatnya : -
kelompok untuk mengatasi alat pelajaran.
- kelompok atas dasar
individual/inteligensi.
- kelompok untuk memperbesar
partisipasi.
- kelompok untuk pembagian
pekerjaan.
- kelompok
untuk belajar secara efisien menutu suatu tujuan
Rumusan tentang pengelompokan siswa
menurut yang dikemukakan oleh Conny Semiawan, dkk. (1985:67) berbeda dengan
pendapat di atas, dia memberikan konsep pengelompokan sebagai berikut:
- Pengelompokan menurut kesenangan
berkawan
- Pengelompokan menurut kemampuan
- Pengelompokan menurut minat.
Ahli lain membagi pengelompokkan siswa ini
didasarkan pada satuan kelas yang dibagi atas kelompok-kelomok kecil yang
kemudian bekerja sama di kelas atau di luar kelas. Pendapat ini sebagaimana
dikemukakan Udin Saripudin Winataputra dan Rustana Ardiwinata yang dikutip oleh
Syaiful Bahri Djamarah (2006: 211-212), sebagai berikut:
1.
Pola
bekerja paralel; kelompok-kelompok yang menghadapi materi pelajaran yang sama.
Semua kelompok mendiskusikan/membahas topik yang sama atau mengerjakan hal yang
sama. Hasil diskusi/ pembahasan atau pekerjaan tugas kelompok dibawa ke dalam
diskusi kelas (sidang pleno). Dalam diskusi kelas, hasil-hasil kerja kelompok
itu dibandingkan satu dengan yang lain untuk disimpulkan bersama.
2.
Pola
bekerja komplementer; masing-masing kelompok mendapat satu topik atau tugas yang
berbeda dengan kelompok lain. Walaupun setiap kelompok mendapat topik/tugas
yang berbeda-beda, namun masing-masing topik/tugas itu masih merupakan satu
kesatuan dalam keseluruhan materi pelajaran (materi pelajaran). Melalui laporan
yang diberikan oleh masing-masing kelompok, siswa dalam kelompok-kelompok lain
juga memperoleh (menyimak) informasi mengenai aspek/bagian materi pelajaran
yang tidak langsung mereka hadapi. Aspek-aspek atau bagian-bagian itu
dihubungkan satu sama lain dalam pembahasan kelas (pleno), sehingga saling
melengkapi membentuk suatu kesimpulan dari keseluruhan materi yang dipelajari.
3.
Pola
campuran paralel dan komplementer; dua kelompok atau lebih mendapat topik atas
tugas yang sama, sedang dua kelompok lainnya lebih mendapat topik/tugas yang
berbeda. Mungkin pula bahwa untuk satu jam pelajaran semua kelompok mendapat
topik atau tugas yang sama. Sedangkan untuk periode waktu berikutnya, topik
atau tugas yang diberikan kepada kelompok berbeda-beda. Dalam diskusi/
pembahasan kelas (pleno) semua dikaitkan satu sama lain dan disimpulkan.
Selain
pola pengelompokan siswa sebagaimana disebutkan di atas, pengelompokan siswa
dapat pula dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1.
Pembentukan
kelompok diserahkan kepada siswa.
2.
Pembentukan
kelompok diatur oleh guru sendiri.
3.
Pembentukan
kelompok diatur guru atas usul siswa (Syaiful Bahri Djamarah (2006:212-213)
2.9 Pengelolaan Kelas yang Efektif
Tindakan-tindakan yang perlu dilakukan
guru dalam menciptakan kondisi kelas adalah melakukan komunikasi dan hubungan
interpersonal antara guru-siswa secara timbal balik dan efektif, selain
melakukan perencanaan/persiapan mengajar.
Keberhasilan pengelolaan kelas bergantung
pada motivasi guru, artinya guru yang memiliki motivasi yang tinggi akan dapat
mengelola kelas dengan baik dan tepat. Mengelola kelas itu sendiri bukanlah
tujuan utama dari setiap guru, akan tetapi apabila guru
dapat mengelola kelas dengan baik, maka
kegiatan belajar mengajarnya akan berjalan baik
dan siswa-siswanya akan berprestasi tinggi. Mengelola
kelas merupakan sarana/alat untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dari
kegiatan belajar mengajar. Tujuan guru pada dasarnya adalah bagaimana guru
dapat mentransfer materi pelajaran dengan baik, sehingga siswa dapat mengerti
dan menerima materi pelajaran yang diajarkan.
Disadari atau tidak, motivasi kerja guru
akan mempengaruhi perilaku guru dalam melakukan tugas pekerjaannya. Guru yang
pertama-tama memikirkan mengenai penghasilan/gaji akan memandang pekerjaannya
sebagai sarana untuk mendapatkan uang, dan sekolah merupakan organisasi yang
menjamin kesejahteraan guru. Guru akan cenderung agar
sekolah menerima siswa baru dengan memperhatikan
kemampuan ekonomi siswa/orang tua siswa. Guru akan berupaya untuk memberikan
pelajaran tambahan sebanyak mungkin pada siswa agar mendapatkan tambahan honor
sebagaimana diharapkan. Guru juga akan mengajar di banyak sekolah agar mendapat
penghasilan tambahan. Akibat perilaku guru seperti itu, guru tidak akan
sempat mempersiapkan pelajarannya dengan baik
atau memeriksa tugas siswa satu per satu; guru hanya akan
mengajar dengan metode mengajar yang mudah dilakukan baginya tanpa
memperhatikan apakah siswa-siswanya dapat mengerti materi pelajaran yang diajarkannya.
Sebaliknya guru yang
menaruh perhatian pada perkembangan siswa, akan
berupaya menyumbangkan segala kemampuannya untuk kepentingan siswa. Guru berupaya membantu siswa yang
mempunyai kemapuan belajar yang rendah. Guru akan menggunakan berbagai metoda
mengajar agar siswa dapat mengerti materi pelajaran yang diajarkannya. Guru
tersebut akan mempunyai kreativitas yang tinggi; mau mengorbankan waktunya agar
siswa bisa berprestasi. Guru akan merasa puas apabila siswa berhasil dengan
baik.
Kedua perilaku guru yang digambarkan di
atas tidak terlepas dari motivasi yang dimiliki guru. Guru yang satu mempunyai
motivasi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan guru yang lain
mempunyai motivasi yang tinggi, bukan untuk kepentingan diri guru itu sendiri,
melainkan untuk kepentingan siswa, untuk kepentingan proses belajar mengajar
yang dilakukannya agar siswa dapat menerima materi pelajaran yang diajarkannya,
dapat mengembangkan potensi dirinya, dapat mempunyai wawasan yang luas dan
berprestasi tinggi.
Guru yang memiliki motivasi yang tinggi dan
tidak hanya untuk kepentingan dirinya, akan dapat melakukan pengelolaan kelas dengan
tepat. Guru tersebut akan menaruh perhatian bagi siswa dan
kelasnya. Guru akan melakukan yang terbaik bagi siswa. Dalam
mentransfer materi pelajaran pada siswa, guru akan mempelajari dan
mengatur kelas sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk melaksanakan proses belajar mengajar dengan baik.
Guru akan mencermati kemampuan para siswa satu per satu, sehingga guru
mengetahui kemampuan siswa pada tingkatan rendah, sedang atau
tinggi. Dengan demikian guru akan menentukan siswa-siswa yang mana, yang perlu
mendapat bimbingan yang banyak; guru dapat menentukan metoda mengajar atau media
pembelajaran yang harus digunakan. Guru akan menentukan berapa banyak
tugas yang perlu diberikan. Hubungan yang bagaimana yang perlu dilakukan guru
dengan siswa, agar kesulitan belajar siswa dapat teratasi; motivasi belajar
siswa terus meningkat.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa
motivasi kerja guru ada hubungan dengan efektivitas pengelolaan kelas. Makin
tinggi motivasi kerja guru, makin tinggi efektivitas pengelolaan kelas yang
dapat dicapai. Demikian pula motivasi kerja guru ada hubungannya dengan gaya
kepemimpinan guru dalam arti guru yang memiliki motivasi kerja
tinggi, akan berupaya untuk melakukan
berbagai strategi untuk keberhasilan KBMnya
termasuk untuk menggunakan gaya kepemimpinan yang tepat.
Gaya kepemimpinan yang perlu dimiliki guru
adalah gaya kepemimpinan situasional, artinya seorang guru perlu memiliki
kemampuan untuk menggunakan suatu gaya kepemimpinan sesuai dengan kebutuhan
kelas dalam melaksanakan KBM.
Gaya kepemimpinan ini akan menentukan
efektivitas dan efisiensi kepemimpinan seseorang. Pengelolaan kelas yang
berhasil dengan baik akan ditentukan pula oleh kepemimpinan dan
gaya kepemimpinan guru yang mengelola kelas tersebut.
Kepemimpinan dan gaya kepemimpinan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan.
Selain faktor motivasi kerja guru, faktor
lain yang ada pada pribadi guru dan ikut menentukan
efektivitas pengelolaan kelas yaitu gaya
kepemimpinan guru. Gaya kepemimpinan adalah bagian dari kepemimpinan
seorang guru yang disadari atau tidak, dimiliki oleh guru tersebut. Gaya memimpin
kelas memberikan bobot tersendiri bagi guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar, dalam mentransfer materi pelajaran pada siswa.
Kemampuan siswa akan menentukan apa yang
harus dilakukan guru agar materi pelajaran yang diajarkan dapat diterima,
dipahami siswa, serta tujuan pengajaran dapat dicapai. Kesiapan/kondisi
kemampuan siswa yang tidak sama satu
dengan yang lain merupakan faktor yang nyata ada dalam kelas dan
tidak bisa dihilangkan. Oleh karena itu pengelolaan
kelas yang harus dilakukan guru, salah
satunya untuk mengatasi hal tersebut, dan siswa tetap dapat menerima materi
pelajaran serta berprestasi.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Keterampilan pengelolaan kelas perlu
dimiliki oleh guru, karena hal ini akan membantu dalam pencapaian tujuan
pembelajaran sendiri. Pengelolaan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh
guru yang ditujukan untuk menciptakan kondisi kelas yang memungkinkan
berlangsungnya proses pembelajaran yang kondusif dan maksimal. Pengelolaan
kelas ditekankan pada aspek pengaturan (management) lingkungan pembelajaran
yaitu berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan barang/ fasilitas.
Peran
guru sebagai pendidik dan pengajar memiliki tidak hanya menyampaikan ilmu
pengetahuan kepada siswa tanpa memperhatikan suka atau tidak suka siswa
mengikuti pelajaran guru. Akan tetapi lebih dari itu, guru harus berusaha untuk
menanamkan motivasi belajar pada siswa agar mereka memiliki semangat tinggi
dalam mengikuti pelajaran.
3.2
Saran
Apa yang
sudah dipaparkan adalah menurut konsep dan teori sepanjang yang kami ketahui
dan sesuai dengan kebutuhan kami. Masih ada hal-hal lain yang seharusnya
dimasukkan dalam makalah ini. Pelajari juga materi-materi lainnya yang berkaitan dengan materi ini agar
pemahaman kita bisa lebih mantap dan bertambah lagi.
No comments:
Post a Comment