PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Para pakar
pendidikan dan psikologi di Indonesia banyak memberikan pandangan dan
analisisnya terhadap mutu pendidikan, tetapi hingga saat ini tak pernah tuntas,
bahkan muncul masalah-masalah pendidikan yang baru. Masalah mutu pendidikan
yang banyak dibicarakan adalah rendahnya hasil belajar peserta didik. Padahal
kita tahu, bahwa hasil belajar banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain sikap da kebiasaan belajar, fasilitas belajar, motivasi, minat, bakat,
pergaulan, lingkungan keluarga, dan yang tak kalah pentingnya adalah kemampuan
profesional guru dalam melakukan penilaian hasil belajar itu sendiri.
Menyinggung
tentang kemampuan profesional guru dalam melakukan penilaian proses dan hasil
belajar, memang masih sangat kurang. Kebanyakan guru melakukan penilaian lebih
menekankan pada hasil belajar, sedangkan proses belajar kurang diperhatikan
bahkan cenderung diabaikan. Padahal, proses belajar sangat menentukan hasil
belajar. Di samping itu, guru-guru juga terbiasadengan kegiatan-kegiatan
penilaian rutin yang sifatnya praktis dan ekonomis, sehingga tidak heran jika
guru banyak menggunakan soal yang sama dari tahun ke tahun. Hal ini sudah
dialami oleh guru sejak mereka mulai bekerja sebagai guru sampai sekarang. Sebenarnya,
guru pun sering mengikuti pelatihan tentang evaluasi pembelajaran atau
penilaian hasil belajartetapi setelah pelatihan, mereka tetap kembali ke
habitat semula, yaitu memberikan tes tertulis, baik dalam formatif maupun
sumatif, tanpa melakukan variasi, perbaikan, penyempurnaan atau inovasi dalam
pelaksanaan penilaian.
Mengingat
cara-cara penilaian selama ini terdapat banyak kelemahan, maka sejak
diberlakukannya KBK 2004, diperkenalkan suatu konsep penilaian baru yang
disebut ”penilaian berbasis kelas” dengan salah satu model atau pendekatannya
adalah ”penilaian berbasis portofolio”, yaitu suatu model penilaian yang
dilakukan secara sistematis dan logisuntuk mengungkapkan dan menilai peserta
didik secara komprehensif, objektif, akurat, dan sesuai dengan bukti-bukti
autentik yang dimiliki peserta didik.
Untuk
mengetahui karakteristik, kelebihan dan kelemahan model penilaian portofolio,
serta mengetahui dan memahami tentang konversi skor, maka kami mencoba menyusun
makalah ini sebagai salah satu referensi yang bisa digunakan oleh pembaca dalam
melakukan penilaian hasil belajar.
2.
Rumusan Masalah
2.1 Bagaimanakah karakteristik penilaian
portofolio?
2.2 Bagaimanakah kelebihan dan kelemahan penilaian
portofolio?
2.3 Bagaimanakah konversi skor?
3.
Rumusan Tujuan
3.1 Menjelaskan karakteristik penilaian
portofolio,
3.2 Menjelaskan kelebihan dan kelemahan penilaian
portofolio,
3.3 Menjelaskan mengenai konversi skor.
4.
Manfaat
4.1.
Manfaat Teoritis
Dapat
mengetahui dan memahami karakteristik, kelebihan dan kelemahan model penilaian
portofolio, serta mengetahui dan memahami tentang konversi skor.
4.2.
Manfaat Praktis
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan
ini adalah agar pembaca terutama calon pendidik dapat menerapkan pengetahuan
yang diperoleh sebagai acuan
pendidikan dan pedoman
dalam melakukan proses penilaian.
PEMBAHASAN
1. Karakteristik Penilaian Portofolio
Dalam dunia
pendidikan, penilaian
portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu
periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari
proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik.
Penilaian
portofolio hanya dapat dilakukan jika pembelajarannya pun menggunakan
pendekatan portofolio. Artinya, jika guru dalam pembelajaran hanya menuntut
peserta didik untuk menghafal pengetahuan atau fakta pada tingkat rendah, maka
penilaian portofolio tidak akan bermakna. Penilaian portofolio akan efektif
jika pembelajarannya menuntut peserta didik untuk menunjukkan kemampuan yang
nyata dan menggambarkan pengembangan aspek pengetahuan, keterampilan, sikap,
dan nilai pada taraf yang lebih tinggi. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran
portofolio tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas.
Implikasinya adalah bahwa hasil pekerjaan peserta didik yang dinilai melalui
penilaian portofolio adalah hasil pekerjaan peserta didik yang dilakukan baik
di kelas maupun di luar kelas sesuai dengan tuntutan kompetensi dasarnya, tidak
hanya dalam dimensi proses, tetapi juga dimensi produk.
Di samping itu,
melalui penilaian portofolio, peserta didik dapat memantau perkembangan
kemampuannya secara mandiri, menunjukkan cara belajar yang berbeda antara
seorang peserta didik dengan peserta didik lainnya, menunjukkan kualitas hasil
pekerjaannya, menunjukkan kelebihan yang mereka miliki, mengembangkan kemampuan
bersosialisasi, dan memotivasi dirinya untuk lebih giat melakukan kegiatan
belajar, memberikan peluang yang besar bagi peserta didik untuk melakukan
dialog dengan guru dan orang tuanya secara intensif tentang kelebihan dan
kekurangannya.
Penilaian portofolio pada dasarnya menilai
karya-karya siswa secara individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran.
Akhir suatu periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan
peserta didik.
Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi, musik, gambar, foto, catatan perkembangan pekerjaan, dan sebagainya.
Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi, musik, gambar, foto, catatan perkembangan pekerjaan, dan sebagainya.
Menurut Barton dan
Collins dalam S.Surapranata dan M.Hatta (2004) terdapat beberapa karakteristik
esensial penilaian portofolio, yaitu multisumber, autentik, dinamis, eksplisit,
integrasi, kepemilikan, dan beragam tujuan.
- Multisumber: Penilaian portofolio harus dilakukan dari berbagai sumber, seperti peserta didik, guru, orang tua, masyarakat, dan evidence lainnya, seperti gambar, lukisan, jurnal, audio, dan video tape, baik secara tertulis maupun tindakan.
- Autentik: Evidence yang dimaksud haruslah autentik dan berhubungan dengan program pembelajaran, kegiatan, standar kompetensi, komperensi dasar dan indikator yang hendak dicapai. Misalnya, jika guru ingin mengetahui kemampuan peserta didik tentang komputer, maka guru harus menilai secara langsung setiap peserta didik dalam menggunakan komputer, bukan dengan cara memberi tes tertulis tentang pengetahuan komputer. Begitu juga ketika guru ingin mengetahui kemampuan peserta didik dalam melaksanakan Senam Kesehatan Jasmani, tentunya guru harus melihat secara langsung bagaimana peserta didik menunjukkan atau mempraktikkan gerakan-gerakan Senam Kesehatan Jasmani, bukan memberikan tes tertulis tentang cara-cara melaksanakan Senam Kesehatan Jasmani.
- Dinamis: Penilaian portofolio menuntut adanya pertumbuhan dan perkembangan dari setiap peserta didik. Oleh karena itu, sebaiknya setiap evidence dari waktu ke waktu harus dikumpulkan dan didokumentasikan. Seandainya evidence tersebut akan dipilih, maka pilihlah secara selektif.
- Eksplisit: Penilaian portofolio juga harus jelas, baik jenis, teknik, prosedur maupun kompetensi yag akan diukur. Kejelasan yang dimaksud bukan hanya untuk guru, tetapi juga peserta didik.
- Integrasi: Dalam pelaksanaannya, antara kegiatan peserta didik di kelas dengan kehidupan nyata haruslah terintegrasi. Artinya, penilaian portofolio tidak lepas dari kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik tidak jauh dari apa yang mereka alami. Peserta didik juga dapat dengan mudah mengaitkan antara kemampuan yang diperolehnya dengan kenyataan sehari-hari.
- Kepemilikan: Hal yang sangat penting dalam penilaian portofolio adalah adanya rasa memiliki bagi setiap peserta didik terhadap semua evidence yang dikumpulkan guru, sehingga peserta didik dapat menjaga dengan baik semua evidence.
- Beragam tujuan: Pelaksanaan penilaian portofolio bukan hanya mengacu pada kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik, tetapi juga tujuan-tujuan lain yang bermanfaat bagi program pembelajaran, seperti keefektifan program, perkembangan peserta didik, dan dapat dijadikan alat komunikasi peserta didik ke berbagai pihak yang berkepentingan.
2. Kelebihan dan Kelemahan Penilaian
Portofolio
Kelebihan model penilaian portofolio,
antara lain sebagai berikut:
- Dapat melihat pertumbuhandan perkembangan kemampuan peserta didik dari waktu ke waktu berdasarkan feed-back dan refleksi diri.
- Membantu guru melakukan penilaian secara adil, objektif, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan tanpa mengurangi kreativitas peserta didik di kelas.
- Mengajak peserta didik untuk belajar bertanggung jawab terhadap apa yang telah mereka kerjakan, baik di kelas maupun di luar kelas dapalm rangka implementasi program pembelajaran.
- Meningkatkan peran serta peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dan penilaian.
- Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk meningkatkan kemampuan mereka.
- Membantu guru mengklarifikasi dan mengidentifikasi program pembelajaran.
- Terlibatnya berbagai pihak, seperti orang tua, guru, komite sekolah, dan masyarakat lainnya dalam melihat pencapaian kemampuan peserta didik.
- Memungkinkan peserta didik melakukan penilaian diri (self-assessment), refleksi dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis (critical thinking).
- Memungkinkan guru melakukan penilaian secara fleksibel, tetapi tetap mengacu kepada kompetensi dasar dan indikator hasil belajar yang ditentukan.
- Guru dan peserta didik sama-sama bertanggung jawab untuk merancang dan menilai kemampuan belajar.
- Dapat digunakan untuk menilai kelas yang heterogen antara peserta didik yang pandai dan kurang pandai.
- Memungkinkan guru memberikan hadiah terhadap setiap usaha belajar peserta didik.
Kekurangan penilaian portofolio, antara
lain sebagai berikut:
- Membutuhkan waktu dan kerja ekstra
- Penilaian portofolio dianggap kurang reliabel dibandingkan dengan bentuk penilaian yang lain.
- Ada kecendrungan guru hanya memperhatikan pencapaian akhir sehingga proses penilaian kurang mendapat perhatian.
- Jika guru melaksanakan proses pembelajaran yang bersifat teacher-oriented, kemungkinan besar inisiatif dan kreativitas peserta didik akan terbelenggu sehingga penilaian portofolio tidak dapat dilaksanakan dengan baik.
- Orang tua peserta didik sering berpikir skeptid karena laporan hasil belajar anaknya tidak berbentuk angka.
- Penilaian portofolio masih relatif baru sehingga banyak guru, orang tua, dan peserta didik yang belum mengetahui dan memahaminya.
- Tidak tersedianya kriteria penilaian yang jelas.
- Analisis terhadap penilaian portofolio agak sulit dilakukan sebagai akibat dikuranginya penggunaan angka.
- Sulit dilakukan terutama menghadapi ujian dalam skala nasional.
- Dapat menjebak peserta didik jika terlalu sering menggunakan format yang lengkap dan detail.
3. Konversi Skor
Konversi skor
adalah proses transformasi skor mentah yang dicapai peserta didik ke dalam skor
terjabar atau skor standar untuk menetapkan nilai hasil belajar yang diperoleh.
Secara tradisional, dalam menentukan nilai peserta didik pada setiap mata
pelajaran, guru meggunakan rumus sebagai berikut:
Contoh:
Seorang peserta didik
dites dengan menggunakan bentuk soal B – S (Benar – Salah). Dari jumlah soal
30, peserta didik tersebut memperoleh jawaban betul 25, dan jawaban salah 5.
Dengan demikian, skor mentahnya adalah 25 – 5 = 20.
Di samping cara tersebut
di atas, ada juga guru yang langsung menentukan nilai berdasarkan jumlah
jawaban yang betul. Tanpa mencari skor mentah terlebih dahulu. Sesuai dengan
contoh soal di atas, maka nilai peserta didik dapat ditemukan seperti berikut
ini.
Kedua pola
konversi seperti ini mengandung banyak kelemahan, antara lain guru belum
mengantisipasi item-item yang tidak seimbang dilihat dari tingkat kesukaran dan
banyaknya item yang disajikan dalam naskah soal. Padahal, setelah menentukan
nilai, guru perlu meninjau kembali tentang seberapa besar peserta didik
memperoleh nilai di bawah batas lulus (passing
grade). Untuk itu, sudah saatnya guru meninggalkan pola konversi yang
tradisional tersebut. Guru hendaknya menggunakan konversi sebagai berikut:
- Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan suatu standar acuan atau norma absolut. Pendekatan ini disebut juga Pendekatan Acuan Patokan (PAP).
- Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan standar atau norma relatif atau disebut juga Penilaian Acuan Norma (PAN).
- Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan standar gabungan (kombinasi) antara norma absolut (PAP) dengan norma relatif (PAN).
Kesalahan sering terjadi pada pemberian
nilai akhir, dimana hasil skoring dianggap sebuah nilai akhir. Padahal
seharusnya hasil skoring tersebut harus dikonversi dulu menjadi nilai akhir
dalam bentuk skala yang sudah ditetapkan sebelumnya, dalam bentuk skala 1-4,
skala 1-10 dan skala 1-100. berikut akan dibahas cara mengkonversi hasil skor
menjadi nilai akhir.
Konversi Sederhana
Cara ini sangat sederhana dan mengabaikan
tingkat ketelitian dan keakuratan data, tidak mustahil akan terjadi kesalahan
interpretasi. Karena cara ini mengabaikan tingkat variansi kemampuan mahasiswa.
Misalnya kriteria yang digunakan dalam bentuk persentase.
Nilai 10 bila
mencapai angka 100%
Konversi dengan Menggunakan Mean dan
Standar Deviasi
Cara ini lebih akurat karena sudah mempertimbangkan
tingkat variansi hasil belajar, sehingga nilai akhir sangat ditentukan oleh
kelompoknya. Bila standar deviasinya kecil maka interval nilainya juga kecil.
Sebaliknya bila standar deviasinya besar, maka interval nilainya juga besar.
Konversi cara ini biasanya dilakukan untuk penilaian standar 10 dan standar 4
atau standar huruf.
Kriteria yang digunakan untuk melakukan konversi skor mentah menjadi standar 10 adalah sebagai berikut:
Kriteria yang digunakan untuk melakukan konversi skor mentah menjadi standar 10 adalah sebagai berikut:
M + 2,25 (SD) = 10
M + 1,75 (SD) = 9
M + 1,25 (SD) = 8
M + 0,75 (SD) = 7
M + 0,25 (SD) = 6
M - 0,25 (SD) = 5
M - 0,75 (SD) = 4
M - 1,25 (SD) = 3
M - 1,75 (SD) = 2
M - 0,25 (SD) = 1
Catatan : M = Mean atau nilai
rata-rata
SD = Standar Deviasi
Kriteria yang digunakan untuk
melakukan konversi skor mentah menjadi standar 4 atau standar huruf adalah
sebagai berikut:
PENUTUP
1. Kesimpulan
Menurut Barton dan
Collins dalam S.Surapranata dan M.Hatta (2004) terdapat beberapa karakteristik
esensial penilaian portofolio, yaitu multisumber, autentik, dinamis, eksplisit,
integrasi, kepemilikan, dan beragam tujuan.
Di samping itu,
penilaian portofolio juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Sehubungan dengan hal itu, guru perlu
mewaspadai kelemahan-kelemahan tersebut. Apabila kelemahan-kelemahan tersebut
dapat ditekan dan dihindari, penggunaan penilaian portofolio akan bermanfaat
sebagai salah satu upaya meningkatkan mutu pembelajaran.
Konversi skor
adalah proses transformasi skor mentah yang dicapai peserta didik ke dalam skor
terjabar atau skor standar untuk menetapkan nilai hasil belajar yang diperoleh.
2. Saran
Apa yang
sudah dipaparkan adalah menurut konsep dan teori evaluasi hasil belajar
sepanjang yang kami ketahui dan sesuai dengan kebutuhan kami. Masih ada hal-hal
lain yang seharusnya dimasukkan dalam tulisan ini. Pelajari juga materi-materi lainnya yang berkaitan
materi ini agar pemahaman kita bisa lebih mantap dan bertambah lagi.
thanks :)
ReplyDeleteSumber rujukannya mana mbak?
ReplyDelete